Sabtu, 19 Januari 2013

Bilangan Asam Dan Kadar Sari



 
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIKSHY2XyGGUjxmkV6Gt3OamYh4xNL8k98eVSxNExQtyXdrtD3wAZBlp534KR_p4o9j0oik4Y_0iJdnKx1UMZxXTj_mg76KIO0oP3TyYPyxAyAdfacMVGgNAxlhtxOzftKDsG4g6DorkE/s1600/oil+fry.jpg


Bahan pangan yang tersedia di alam tersusun atas unsur kimia seperti karbon (C), hydrogen (H), nitrogen (N), oksigen (O), sulfur (S), phosphor (P), dan lain-lain.  Setiap bahan pangan mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi yang banyak jumlahnya. Lemak merupakan suatu kelompok senyawa yang heterogen, tetapi mempunyai kesamaan sifat kelarutannya. Lemak umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti eter dan petroleum eter. Berat jenisnya lebih rendah daripada air. Yang tergolong sebagai lemak adalah lemak netral atau trigliserida dan lilin. Sterol, fosfolipid, ester asam lemak dan yang termasuk turunan lemak. Trigliserida adalah bentuk utama lemak, baik di dalam tubuh manusia maupun di dalam bahan pangan. Secara kimia, trigliserida terdiri atas 3 asam lemak yang melekat pada gliserol dan ikatan ester. Lemak (padat) pada umumnya mengandung mengandung asam lemak jenuh (lemak yang berikatan rangkap tinggi, sedangkan minyak (cair) tingkat ketidakjenuhannya tinggi berarti banyak mengandung asam lemak berikatan rangkap sehingga cenderung mudah teroksidasi, kecuali minyak kelapa kandungan asam lemak tidak jenuhnya rendah. Semakin panjang rantai atom karbon asam, akan semakin tinggi ketidakjenuhannya dan sifat fisik asam lemak ini cenderung semakin encer (Widyaningsih, 2004).

Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk mrnrtralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Derajat asam adalah banyaknya milliliter KOH 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan 100 gram minyak atau lemak (Ketaren, 2005). Sedangkan menurut Sumardi dan Hardoko (1992) bilangan asam lemak bebas adalah banyaknya basa dalam ml ekuivalen yang diperlukan untuk menetralkan 100 gram contoh yang ditentukan.
Angka FFA adalah indikasi dari jumlah ketengikan hidrolitik kandungan/kadar FFA yang ditentukan dengan titrasi alkali standar. Penentuan angka FFA harus ditetapkan untuk tiap spesies ikan, dimana batas maksimumnya akan berubah-ubah tergantung dalam tiap ikatannya (Bonnel, 1998).
karakteristik                             
Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan kedalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidak jenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value), maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oils karena bilangan iod minyak tersebut berkisar antara 7,5 hingga 10,5 (Ketaren, 2008).
Minyak kelapa mengandung 84% trigliserida, sterol yang terdapat dalam minyak nabati disebut phitosterol dan mempunyai dua isomer yaitu beta sitosterol (C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O). Sterol bersifat sebagai stabilizer dalam minyak. Tokoferol mempunyai 3 isomer yaitu α-tokoferol (titik cair 158-160 0C); α, β – tokoferol (titik cair 138 – 140 0C); dan β – tokoferol. (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
                                                                                     
Kandungan jenis minyak kelapa tersusun atas unsure-unsur C, H, dan O. Minyak sawit terdiri atas fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri atas asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%) dan asam stearat. Sedangkan fraksi cair tersusun atas asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%), dan asam linoleat 11% (Silviana, 2008).
Proses penyaringan minyak kelapa sawit sebanyak 2 kali (pengambilan lapisan minyak jenuh) menyebabkan kandungan asam tak jenuh menjadi lebih tinggi. Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak menjadi mudah rusak oleh proses penggorengan karena selama proses menggoreng, minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang memudahkan terjadinya oksidasi pada minyak  (Sartika, 2009).

Prinsip Metode Analisa
Menurut Herlina (2002) angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH yang dibutuhkan asam lemakbebas yang terdapat dalam satu gram lemak atau minyak.
            Asam  
Menurut Sudarmadji, et. al., (2007), cara penentuan minyak atau lemak sebanyak 10 -20 gram ditambahkan 50 ml alkohol netral 95% kemudian dipanaskan 10 menit dalam penangas air sambil diaduk dan ditutup pendingin balik. Alkohol berfungsi untuk melarutkan asam lemak. Setelah didinginkan kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N menggunakan indikator phenolphathalein sampai tepat warna merah jambu.
Angka asam
Menurut Widjanarko (1996) lemak atau minyak dilarutkan dalam alcohol 95% dan dipanaskan selama 10 menit diatas penangas air sambil diaduk dan ditutup dengan pendingin balik, setelah dingin asam lemak bebas dititrasi dengan KOH dengan indikator pp sampai merah jambu.
Angka asam

 Lemak dan Minyak
            Lemak merupakan pangan yang berenergi tinggi, setiap gramnya member lebih banyak energi daripada karbohidrat atau protein. Lemak juga merupakan makanan cadangan di dalam tubuh, karena kelebihan karbohidrat diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adipose. Lemak terutama terdiri atas trigliserida tetapi juga mengandung kolestrol, yang diduga mempunyai hubungan dengan penyakit jantung dan asam-asam lemak esensial yaitu linoleat dan asam arakhidonat (Buckle, et al, 2007).
Lemak atau minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu, lemak dan minyak juga merupakan sumber energy yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein (Winarno, 2002). Sedangkan menurut Sediaoetama (2008), lemak adalah sekelompok ikatan yang terdiri atas unsur-unsur Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak) seperti petroleum eter, benzene, lemak, yang mempunyai titik lebur tinggi bersifat padat pada suhu kamar, sedangkan yang mempunyai titik lebur rendah bersifat cair pada suhu kamar.
Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Angka nabati terdapat dalam buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman dan sayur-sayuran. Dalam jaringan hewan, lemak terdapat diseluruh badan, tetapi jumlah terbanyak dalam jaringan adipose dan tulang sumsum trigeliserida dapat berwujud padat atau cair. Hal ini tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sujumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu oleat, linoleat atau asam linoleat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewani pada umunya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh misalnya asam polimitat dan stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi (Ketaren, 2008).
Dalam proses pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak (umumnya ketiga asam lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air.
                                                            O
H2C – OH       HOOCR1           H2C – O – C – R1
                                                                                O
HC – OH      + HOOCR2        HC – O –C –R2           + 3 H2O
                                                               O
H2C – OH       HOOCR3        H2C – O – C – R3
Gliserol                        asam lemak    trigliserida              air
Kalau R1 = R2 = R3 maka trigliserida yang terbentuk disebut trigliserida sederhana (simple triglyceride) sebaliknya berbeda disebut trigliserida campuran (mixed trigliseride) (Sudarmadji, et. al., 2007).

 Hubungan Asam Lemak Bebas dengan Kualitas
            Menurut Ketaren (2008) lema dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%. Jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik. Namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap dengan jumlah atom 5 lebih besar dari 14 (5 > 14).
Penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan misalnya penjernihan (refining), penghilangan bau (deodorizing), penghilangan warna (bleaching), dan sebagainya. Penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat berhubungan erat dengan kekuatan daya simpanya, sifat gorengannya, baunya maupun rasanya. Tolok ukur kualitas ini termasuk angka asam lemak bebas (Free Fatty Acids atau FFA), bilangan peroksida, tingkat ketegikan dan kadar air (Sudarmadji, et. al., 2007).
Prinsip Kerja Bahan
Indikator PP
            Indikator PP adalah indikator perubahan warna dengan ditandai tepat hilangnya warna merah. Cara pembuatan indikator PP adalah 1 gram Penophatalein dalam 100 ml alkohol
 KOH
            KOH berfungsi untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisa agar mempermudah reaksi dengan basa sehingga terbentuk. Cara pembuatan KOH adalah KOH sebanyak 6,5 gram dilarutkan dalam aquadest hingga 1 L (Sudarmadji, et. al., 2007).

Berikut adalah pengujian bilangan asam dalam produk minyak bumi menggunakan titrasi potensiometri yang dirangkum dari ASTM D-664-95 dan IP 177/96. Agar dapat lebih memahami artikel ini anda disaran membaca artikel pendahuluannya disini.
Metode uji ini digunakan untuk penetapan konstituen asam suatu produk Minyak bumi dan Minyak pelumas.
Sebagai konstituen asam dapat berupa asam lemah, dan asam kuat. Pengertian asam lemah dan asam kuat adalah bergantung pada sifat ionisasinya atau disosiasinya. Untuk asam kuat mempunyai konstanta disosiasi paling kecil 1000 kali dari asam lemah.
Metode uji ini dapat digunakan sebagai petunjuk terjadinya perubahan sifat minyak yang terjadi selama pemakaian yang disebabkan oleh oksidasi.
Petunjuk yang terjadi adalah perubahan warna atau sifat-sifat lain. Adanya perubahan tersebut tidak mutlak dapat digunakan sebagai indikasi bahwa minyak tersebut harus diganti.
Tidak terdapat hubungan antara keausan (bearing corrosion) dan besarnya angka keasaman.
Minyak pelumas baru (= fresh oil atau unused oil) mempunyai sifat kebasaan tinggi. Dalam pemakaiannya, minyak pelumas akan menjadi asam, terutama yang straight mineral (non aditif). Hal ini disebabkan oleh terjadinya oksidasi minyak itu menghasilkan dan yang melarut dalam minyak.

yang dihasilkan bila betemu air maka akan membentuk yang melarut. Karena sifatnya asam, sehingga akan menurunkan sifat kebasaan minyak itu.
Definisi
  • Acid Number atau Bilangan Asam atau Angka Keasaman adalah sejumlah basa yang dinyatakan dalam mg \dpi{80} KOH /g sampel, yang diperlukan untuk titrasi sampel didalam solvent sampai titik ekuivalen.
    Titik ekuivalen pada metode uji ini ditunjukkan oleh terjadinya lonjakan perubahan potensial atau ditunjukkan oleh potensial larutan buffer basa non akuatik.
  • Strong Acid Number (SAN), angka keasaman kuat) adalah sejumlah basa yang dinyatakan dalam mg \dpi{80} KOH /g sampel, yang diperlukan untuk titrasi sampel didalam solvent sampai titik ekuivalen.
    Titik ekuivalen ditunjukkan oleh terjadinya lonjakan perubahan potensial atau ditunjukkan oleh potensial larutan buffer asam non akuatik.
Ringkasan Metoda
Contoh dilarutkan dalam campuran Toluena dan Isopropil alkohol yang mengandung sedikit air (bebas \dpi{80} CO_{2}) dan dititrasi secara Potensiometri dengan larutan standar \dpi{80} KOHalkoholat, menggunakan elektroda indikator gelas dan elektroda acuan kalomel.
Dibuat kurva dari pembacaan potensial pada tiap penambahan volume diplot secara manual atau automatik terhadap volumenya.Titik ekuivalen ditunjukkan oleh lonjakan potensial pada kurva. Bila tidak terjadi lonjakan potensial, titik ekuivalen ditentukan dengan pembacaan potensial dari larutan buffer asam non akuatik atau larutan buffer basa non akuatik.
Perhitungan
  1. Untuk titrasi manual, plot volume larutan penitrasi asam atau basa yang ditambahkan versus potensial masing-masing. Sebagai titik ekuivalen, ditunjukkan oleh lonjakan potensial. Bila tidak didapatkan lonjakan potensial, maka titik ekuivalen ditentukan dengan plotting potensial larutan fresh buffer asam non akuatik atau larutan buffer basa non akuatik.
  2. Untuk semua titrasi asam pada minyak bekas, titik ekuivalen ditentukan oleh titik pada kurva sesuai dengan larutan fresh buffer basa non akuatik.
  3. Perhitungan Acid Number dan Strong Acid Number, dirumuskan sebagai berikut :



dimana :
    • A  merupakan larutan KOH alkoholat yang digunakan untuk titrasi sampel sampai titik ekuivalen yang ditunjukkan oleh lonjakan perubahan potensial, atau bila tidak terdapat lonjakan potensial, ditentukan dengan cara tarik garis mendatar harga potensial larutan buffer basa non akuatik yang baru dibuat (fresh) hingga memotong kurva titrasi, ml.
    • B merupakan larutan KOH alkoholat yang digunakan pada titrasi blanko, ml
    • M merupakan molaritas larutan KOH alkoholat, grl/L
    • m  merupakan molaritas larutan HCl alkoholat, grl/L
    • W merupakan berat sampel yang dianalisis, gram
    • C merupakan larutan KOH alkoholat yang digunakan pada titrasi sampel yang ditunjukkan oleh lonjakan perubahan potensial, atau bila tidak terjadi lonjakan potensial, ditentukan dengan cara mengukur besarnya harga potensial dari larutan fresh buffer asam non akuatik, kemudian di plot terhadap kurva titrasi, ml
    • D merupakan larutan HCl alkoholat yang digunakan untuk titrasi blanko sampai titik ekuivalen, ml
    • 56,1  merupakan BM KOH



Kadar sari

Pada kegiatan praktikum kali ini, kami melakukan praktikum pengolahan kopi yang terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu pengamatan buah kopi, pembuatan kopi bubuk, kegiatan mencampur kopi bubuk dengan bahan pencampur, dan pembuatan sirup kopi jahe.
Kopi yang dalam bahasa Arabnya disebut “Kahwa“ dapat dijadikan sebagai minuman non alkoholik dengan aroma dan yang rasa khas. Kopi diperoleh dari buah tanaman kopi (Coffea sp) yang termasuk familia Rubiaceace dan genus Coffea. Kopi memiliki banyak varietas dan beberapa cara pengolahan . Ada sekitar 4500 varietas kopi di dunia yang terbagi ke dalam empat golongan besar, yaitu Coffea canephora, Coffe arabica, Coffea exelsa, dan Coffea Liberika. Di Indonesia, dibudidayakan tiga varietas kopi, yaitu Coffea robusta, Coffea arabica, dan Coffea liberika. Tanaman kopi umumnya mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun, berbunga secara serempak dan bergerombol, daunnya berbentuk bulat telur, ujungnya agak meruncing, umumnya memiliki biji berkeping dua, dan berbatang tegak lurus (Najiati dan Danarti, 2001).
1.      Struktur Buah Kopi
Untuk dapat mengetahui struktur buah kopi yang lengkap perlu dilakukan suatu pengirisan seperti pengirisan melintang sehingga akan tampak irisan melintangnya. Buah kopi memiliki struktur buah seperti di bawah ini:
Bagian-bagian buah kopi terdiri atas:
1.      Kulit luar (Exocarp) : merupakan bagian terluar dari buah kopi yang terdiri atas lapisan tipis, liat, dan pada buah yang masih muda akan berwarna hijau tua lalu berangsur - angsur berwarna hijau kuning, kuning, merah hingga merah kehitaman
2.      Lapisan daging buah (Mexocarp) : merupakan daging buah yang berlendir dan rasanya agak manis apabila sudah masak.
3.      Lapisan kulit tanduk (Endocarp) : merupakan kulit bagian dalam dengan strukturcukup keras dan disebut kulit tanduk
4.      Biji kopi terdiri dari 2 bagian, yaitu:
- Putih lembaga / endosperm terdapat lembaga (embrio)‏
- Kulit ari / kulit biji
5.      Celah merupakan rongga kosong berupa saluran memanjang sepanjang ukuran biji
Komposisi buah kopi adalah sebagai berikut:
·         40 % terdiri dari pulp,
·         20 % lendir (mucilage) dan
·         40 % adalah biji kopi dan kulit majemuk.
Buah kopi yang sudah masak umumnya berwarna kuning kemerahan sampai merah tua (merah kehitaman bila lewat masak), tetapi ada pula yang belum cukup tua sudah berwarna kuning kemerahan pucat yaitu buah kopi yang terserang hama bubuk buah kopi. Buah kopi biasanya memiliki dua keping biji, tetapi juga ada yang hanya mengandung satu keping biji saja bahkan ada yang tidak mempunyai keping biji sama sekali yang disebut kopi gabug (Djumarti, 1999).
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum terhadap buah kopi, diketahui bahwa buah kopi yang masih muda berwarna hijau hingga hijau tua, buah kopi yang tua (nyadam) berwarna hijau kemerahan, oranye hingga merah kekuningan, dan buah kopi yang matang (lewat masak) berwarna merah tua hingga merah kehitaman.Hal ini sudah sesuai dengan literatur. Namun, dari hasil kelompok 2 diketahui bahwa warna buah kopi matang adalah hijau kemerahan. Hal ini tidak sesuai dengan literatur dan ini dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pengamatan yang kurang cermat. Ukuran besar ditinjau dari panjang dan lebar buah kopi pada 3 tingkat kematangan adalah bervariasi dan cenderung berkisar pada nilai 1,1-1,831 cm (panjang) dan berkisar di antara nilai 1,2-1,7 cm (lebar). Berat buah kopi pada 3 tingkat kematangan juga bervariasi, cenderung berkisar pada nilai 1,2-2,6173 gram dan berat buah yang sudah masak (lewat masak) dari hasil beberapa kelompok cenderung lebih berat daripada buah yang masih muda karena total padatan pada buah yang masak akan lebih banyak. Ukuran keseragaman buah kopi pada 3 tingkat kematangan adalah cenderung tidak seragam karena berat, panjang, dan lebarnya berbeda cukup jauh. Namun, hasil pengamatan kelompok 2 dan 6 menunjukkan bahwa buah kopi muda memiliki keseragaman serta hasil pengamatan kelompok 1 menunjukkan bahwa buah kopi nyadam dan matang adalah seragam. Adanya perbedaan hasil ini disebabkan karena perbedaan pengamat dan tingkat kecermatan dalam pengamatan sehingga pengamatan ini bersifat subyektif tergantung pada masing-masing pengamat.
2.      Teknologi Pengolahan Buah Kopi
Setelah proses pemanenan, maka buah kopi akan memasuki tahapan pengolahan lalu dipasarkan. Kopi yang dipasarkan biasanya berupa biji kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya (disebut kopi beras). Pengolahan pada buah kopi bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulitnya dan mengeringkan biji kopi tersebut sehingga diperoleh kopi beras dengan kadar air 10-13 % dan siap dipasarkan.
Kopi beras yang sudah siap untuk diperdagangkan berasal dari buah kopi basah yang telah mengalami beberapa tingkat proses pengolahan. Secara garis besar dan berdasarkan cara kerjanya, maka terdapat dua cara pengolahan buah kopi basah menjadi kopi beras, yaitu yang disebut pengolahan buah kopi cara basah dan cara kering. Pengolahan buah kopi secara basah biasa disebut W.I..B. (West lndische Bereiding), sedangkan pengolahan cara kering biasa disebut O.I.B. (Ost Indische Bereiding) (Anonim, 2008:2).
o    Pengolahan Cara Kering
Pengolahan cara kering seringkali digunakan oleh kalangan petani karena membutuhkan biaya investasi yang cukup rendah dan peralatan yang cukup sederhana. Metode pengolahan ini biasanya dilakukan untuk mengolah kopi berwarna hijau, kopi hampa, dan kopi yang terserang bubuk (penyakit). Tahapan pengolahannya adalah sebagai berikut:
1.      Sortasi gelondong
Teknik sortasi ini dilakukan dengan cara memisahkan kopi yang berwarna hijau, hampa, dan terserang bubuk (penyakit) yang baru datang dari kebun dengan kopi yang sehat dan berwarna merah (kopi berwarna merah akan menghasilkan kopi bermutu baik).
2.      Pengeringan
Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kopi dari 53-55 % menjadi 8 – 10 % sehingga kopi tidak mudah terserang cendawan dan tidak mudah pecah ketika di hulling.Teknik ini dapat dilakukan secara alami dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 minggu, pengeringan buatan (mesin pengering), atau dengan kombinasi antara pengeringan alami dan buatan hingga diperoleh kopi dengan kadar air sekitar 10-13%.
3.      Hulling
Proses hulling pada pengolahan cara kering bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk, dan kulit arinya. Hulling dapat dilakukan dengan huller yang terdiri atas 3 tipe, yaitu huller manual, huller dengan penggerak motor, dan hummer mill.
4.      Sortasi biji
Proses ini bertujuan untuk untuk membersihkan/memisahkan kopi beras dari kotoran sehingga memenuhi syarat mutu dan mengklasifikasikan kopi tersebut menurut standar mutu yg telah ditetapkan, misalnya ditinjau dari keseragaman biji, warna biji, serta utuh atau pecahnya biji.
(Ciptadi dan Nasution, 1978).
o    Pengolahan Cara Basah
Pengolahan cara basah seringkali digunakan oleh perusahaan karena membutuhkan biaya investasi yang cukup besar dan peralatan yang kompleks/modern (tidak sederhana). Metode pengolahan ini biasanya dilakukan untuk mengolah kopi yang berwarna merah dan sehat. Tahapan pengolahannya adalah sebagai berikut:
1.      Sortasi gelondong
Kegiatan ini bertujuan untuk memisahkan kopi sehat berwarna merah dari kopi berwarna hijau, hampa, dan terserang bubuk (penyakit). Alat sortasinya berupa bak gelondong. Teknik ini dilakukan cara memasukkan kopi ke dalam bak sortasi lalu diisi dengan air sampai penuh kemudian diaduk. Kopi yang hampa, terserang bubuk atau tidak sehat akan mengapung di atas permukaan air dan akan diolah secara kering. Sedangkan kopi yang bernas (baik) akan tenggelam di dasar bak dan ini akan disalurkan ke mesin pulper untuk selanjutnya diolah secara basah.
2.      Pulping (pengupasan kulit buah)
Tujuan pulping adalah untuk memisahkan biji kopi dari kulit buahnya sehingga hanya akan diperoleh biji kopi yang masih terbungkus oleh kulit tanduknya. Alat yang digunakan adalah mesin pulper. Ada 2 tipe mesin pulper yaitu vis pulper dan raung pulper. Vis pulper berfungsi sebagai pengupas kulit saja sehingga biji kopi masih perlu difermentasi dan dicuci lagi. Sedangkan raung pulper juga berfungsi sebagai pencuci sehingga hasilnya tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi tetapi dapat langssung dikeringkan karena sudah bebas dari lendir. Mesin pulper punya 2 bagian penting berupa silinder dan plat pememar. Pada saat melewati bagian ini, biji kopi akan tergencet dan terkelupas kulitnya. Biasanya setiap mesin dilengkapi 2-3 silinder (Najiati dan Danarti, 2001).
3.      Fermentasi
Proses fermentasi bertujuan untuk menghilangkan lapisan daging buah berlendir yang melekat pada kulit tanduk (parchement) disebut “mucilage”. Proses ini dilakukan dengan bantuan kegiatan jazad renik bakteri asam laktat yang menyebabkan pemecahan komponen lapisan lendir yaitu protopektin dan gula diurai menjadi asam-asam dan alkohol sehingga lapisan lendir mudah terlepas dari kulit tanduknya. Lama fermentasi sekitar 1,5 – 4,5 hari karena bila terlalu lama (over fermented) akan menghasilkan kopi beras berbau apek sebab telah terjadi pemecahan komponen isi putih lembaga.
Macam cara fermentasi
·         Fermentasi basah : dilakukan dengan cara kopi direndam 10 jam, air dikeluarkan melalui lubang-lubang di bagian bawah bak sambil diaduk-aduk, lalu diisi air lagi setiap 3-4 jam air rendaman diganti sambil diaduk. Lama fermentasi 36-40 jam, bila lebih kopi berbau busuk dan mutunya rendah.
·         Fermentasi kering : dilakukan dengan cara menumpuk kopi yang baru keluar dari mesin pulper dan ditutup dengan goni agar lembab, lalu setiap 5-6 jam diaduk agar fermentasi merata. Lama fermentasi 2-3 hari.
Perubahan-perubahan yang terjadi selama proses fermentasi adalah sebagai berikut :
1.      Pemecahan komponen mucilage
Lapisan berlendir mempunyai bagian terpenting berupa komponen protopektin yaitu suatu insoluble complex tempat terjadinya meta cellular lactice dari daging buah. Material inilah yang terpecah dalam proses fementasi. Ada yang berpendapat bahwa tejadinya pemecahan getah itu adalah sebagai akibat bekerjanya suatu enzim yang terdapat dalam buah kopi. Enzim ini termasuk sejenis katalase yang akan memecah protopektin dalam buah kopi. Kondisi fermentasi dengan pH 5.5-6.0, pemecahan getah akan berjalan cukup cepat. Apabila pH diturunkan menjadi, 4.0 maka kecepatan pemecahan akan menjadi tiga kali lebih cepat dan apabila pH 3.65 pemecahan akan menjadi dua kali lebih cepat. Dengan penambahan larutan penyangga fosfat sitrat maka kondisi pH akan dapat stabil bagi aktivitas protopektinase. Dalam proses fermentasi dapat ditambahkan 0.025 persen enzim pektinase yang dihasilkan dari isolasi sejenis kacang. Dengan penambahan 0..025 persen enzim pektinase maka fementasi dapat berlangsung selama 5 sampai 10 jam dengan menaikkan suhu sedikit. Sedangkan bagi proses fermentasi yang alami diperlukan waktu sekitar 36 jam. Pada waktu buah kopi tersebut mengalami pulping sebagian besar enzym tersebut terpisah dari kulit dan daging buah, akan tetapi sebagian kecil masih tertinggal dalam bagian sari buah kopi.
2.      Pemecahan gula
Sukrosa merupakan komponen penting dalam daging buah kopi. Kadar gula akan meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat dikenal dengan adanya rasa manis. Gula adalah senyawaan yang larut dalam air, oleh karena itu dengan adanya proses pencucian lebih dari 15 menit akan banyak menyebabkan terjadinya banyak kehilangan konsentrasinya. Proses difusi gula dari biji melalui parchment ke daging buah yang berjalan sangat lambat. Proses ini terjadi sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan pemisahan buah. Oleh karena itu kadar gula dalam daging biji akan mempengaruhi konsentrasi gula di dalam getah beberapa jam setelah fermentasi. Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetatn dengan kadar asam laktat yang lebih besar. Asam-asam lain yang dihasilkan dari proses fermentasi ini adalah etanol, asam butirat dan propionat. Asam lain akan memberikan onion flavor.
3.      Perubahan warna kulit biji
Biji kopi yang telah terpisahkan dari pulp dan parchment maka kulit ari akan bewarna coklat. Juga jaringan daging biji akan bewarna sedikit kecoklatan yang tadinya bewarna abu-abu atau abu-abu kebiruan. Proses browning ini terjadi akibat oksidasi polifenol. Terjadinya warna kecoklatan yang kurang menarik ini dapat dicegah dalam proses fermentasi melalui pemakaian air pencucian yang bersifat alkalis (basa) (http://library.usu.ac.id/download/fp/tekper-ridwansyah4.pdf).
4.      Pencucian
Pencucian berfungsi untuk menghilangkan lendir ataupun cemaran yang masih melekat pada biji kopi. Ada 2 macam cara pencuian, yaitu:
a). pencucian dengan tangan (hand washing) : biji kopi diaduk dengan tangan/diinjak-injak dengan kaki pada air mengalir
b). pencucian dengan mesin : biji kopi dimasukkan ke dalam mesin pengaduk yang berputar pada sumbu horisontal dan mendorong biji kopi dengan air mengalir sehingga lapisan lendir yang masih melekat pada biji akan lepas dan terbuang bersama aliran air sehingga apabila biji sudah bersih ( tidak licin lagi ) dapat langsung dikeringkan
5.      Pengeringan
Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kopi dari 53-55 % menjadi 8 – 10 % sehingga kopi tidak mudah terserang cendawan dan tidak mudah pecah ketika di hulling. Prosesnya dapat dilakukan dengan pengeringan alami (sun drying), pengeringan buatan (artificial drying), atau kombinasi antara kedua metode tersebut. Pengeringan buatan/mekanis dilakukan melalui penguapan dgn jalan pemanasan. Dalam proses penguapan dibedakan menjadi 2 stadium yaitu:
a. Stadium lembab à pada suhu 65o-100oC terjadi penguapan air permukaan sehingga kadar air turun dari 55 % menjad 30 %
b. Stadium higroskopis à pada suhu 50o-60oC penguapan air dari dalam sel sehingga kadar air turun dari 30 % menjadi 8 – 10 %, stadium ini sangat penting karena dapat mempengaruhi mutu, tetapu apabila terjadiover dried akan mempengaruhi warna.
6.      Hulling (pemecahan kulit tanduk)
Tujuan hulling pada proses ini adalah untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit tanduk, dan kulit arinya. Hulling dapat dilakukan dengan huller yang memiliki silinder yang dapat berputar horisontal..
7.      Sortasi kering
Proses ini bertujuan untuk untuk membersihkan/memisahkan kopi beras dari kotoran sehingga memenuhi syarat mutu dan mengklasifikasikan kopi tersebut menurut standar mutu yg telah ditetapkan, misalnya ditinjau dari keseragaman biji, warna biji, serta utuh atau pecahnya biji
(Soenaryo dan Ismayadi, 1988).
Secara singkat, perbedaan proses pengolahan kopi cara kering dan cara basah dapat dituliskan sebagai berikut:

1. Pengolahan cara kering
o    Dilakukan oleh kalangan petani
o    Butuh biaya investasi cukup rendah
o    Peralatannya sederhana
o    Kopi yang biasa diolah dengan cara ini adalah kopi yang berwarna hijau, kopi hampa, dan kopi yang terserang bubuk (penyakit)
o    Tahapan pengolahannya terdiri atas 4 macam, yaitu sortasi gelondong, pengeringan, hulling, dan sortasi biji
o    Tujuan hulling pada proses ini adalah untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk, dan kulit ari
o    Pengupasan kulit buah, kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong)
2. Pengolahan cara basah
o    Dilakukan oleh perusahaan besar
o    Butuh biaya investasi yang besar (mahal)
o    Peralatannya kompleks (tidak sederhana)
o    Kopi yang biasa diolah dengan cara ini adalah kopi yang sehat dan berwarna merah
o    Tahapan pengolahannya terdiri atas 7 macam, yaitu sortasi gelondong, pulping, fermentasi, pencucian, pengeringan, hulling, dan sortasi kering
o    Tujuan hulling pada proses ini adalah untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit tanduk, dan kulit ari
o    Pengupasan kulit buah dilakukan sewaktu buah masih basah (pulping)
2.      Proses Pembuatan Kopi bubuk
Kopi biji belum mempunyai aroma dan citarasa yang enak. Citarasa baru timbul setelah dilakukan proses perendangan (roasting) pada biji kopi. Kopi bubuk diperoleh dari proses pengolahan kopi biji yang terdiri atas perendangan/ penyangraian, penggilingan dan pengayakan. Flavour kopi yang dihasilkan selama proses pengolahan kopi bubuk dipengaruhi oleh jenis kopi yang digunakan, cara pengolahan biji kopi, perendangan, penggilingan, penyimpanan, dan metode penyeduhan kopi. Kopi bubuk yang baik memiliki standar mutu tertentu yang telah ditetapkan (Djumarti, 1999).
Ada beberapa tahapan proses yang dilakukan untuk membuat kopi bubuk, yaitu:
1.      Penyangraian/perendangan/roasting
Perendangan (penyangraian) merupakan proses pemanasan kopi beras pada suhu 200o – 225 oC. Tujuan penyangraian adalah untuk mendapatkan kopi rendang yang berwarna coklat kayu manis kehitaman. Penyangraian juga berfungsi penting dalam pembentukan aroma, flavor, dan warna seduhan khas kopi. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast dengan suhu 193oC sampai 199°C, medium roast dengan suhu 204°C dan dark roast denngan suhu 213oC sampai 221°C. Light roast menghilangkan 3-5% kadar air, medium roast 5-8 % dan dark roast 8-14%.
Selama proses perendangan, biji kopi akan mengalami 2 tahapan proses penting yaitu :
a. Penguapan air pada suhu 100oC
b. Pirolisis pada suhu 180oC – 225oC à tahap ini merupakan taha[ terjadinya perubahan kimia dengan disertasi degradasi dan sintesis senyawa kimia pada suhu tinggi. Pada tahap ini kopi akan mengalami perubahan- perubahan kimia antara lain :
1. Pengarangan serat kasar
2. Terbentuknya senyawa volatile
3. Penguapan zat-zat asam
4. Terbentuknya zat beraroma khas kopi
5. Pengurangan berat 10%
6. Perubahan komposisi kimia
Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Selama Perendangan/Penyangraian
1. Swelling à selama perendangan akan terbentuk gas-gas CO2 yang kemudian mengisi ruang di dalam sel atau pori-pori kopi.
2. Penguapan air
3. Terbentuk senyawa volatile
4. Karamelisasi karbohidrat
5. Pengarangan serat kasar
6. Denaturasi protein
7. Terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi
8. Terbentuknya aroma yang khas pada kopi à cafeol, diacety, diacetylketon, vanillone, eugenol dll.
9. Perubahan-perubahan warna terjadi secara berturut-turut dari hijau atau coklat muda menjadi coklat kayu manis lalu hitam dengan permukaan berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah pecah (retak), maka penyangraian segera dihentikan dan kopi segera diangkat lalu didinginkan. Perubahan warna biji kopi menjadi coklat ini disebabkan karena terjadinya karamelisasi karbohidrat yang terkandung dalam kopi akibat penggunaan suhu yang sangat tinggi dalam proses penyangraian.
Berikut ini adalah jenis senyawa yang dapat membentuk aroma pada kopi:
1.      Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap, seperti asam klorogenat dan asam kuinat, asam kafeat, dan riboflavin
2.      Golongan senyawa karbonil netral, seperti formaldehid, aseton dan asetaldehid, vanillin
3.      Golongan senyawa karbonil asam, seperti asetoasetat dan keton kaproat, oksaloasetat, hidroksi piruvat, merkaptopiruvat
4.      Golongan asam amino bebas, seperti leusin, isoleusin, alanin, threonin, glysin dan asam aspartat.
5.      Golongan asam mudah menguap, seperti asam asetat, asam propionate, asam butirat dan asam valerat.
Perendangan dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup. Perendangan secara tertutup akan menghasilkan kopi bubuk yang mempunyai rasa agak asam akibat tertahannya air dan beberapa jenis asam yang mudah menguap sehingga aromanya lebih tajam karena senyawa kimia yang mempunyai aroma khas kopi tidak banyak yang menguap. Selain itu kopi akan terhindar dari pencemaran bau yang berasal dari luar seperti bau bahan bakar atau bau gas hasil pembakaran yang tidak sempurna. Perendangan secara terbuka dilakukan dengan menggunakan wajan. Alat penyangrai terdiri dari silinder, pemanas, dan alat penggerak atau pemutar silinder.
Sebagian kecil dari kaffein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethylamine, asam formiat dan asam asetat pada saat penyangraian. Caffein di dalam kopi terdapat sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium klorogenat. Oleh karena itu, akan terjadi perubahan citarasa dan flavor kopi yang telah disangrai (http://kopigayo.blogspot.com/2008/03/pengolahan-kopi.html).
Faktor suhu dan lama penyangraian sangat berpengaruh terhadap produk hasil olahan. Proses roasting biasanya berlangsung 15-30 menit dengan waktu paling optimal sekitar 20 menit pada suhu sekitar 180oC -204oC karena pada suhu dan waktu kurang dari itu, maka pembentukan senyawa flavor khas tidak berlangsung optimal serta penguapan senyawa asam hanya sedikit akibatnya kopi akan terasa sedikit asam. Sedangkan pada suhu dan waktu lebih dari itu, maka kehilangan senyawa aroma khas kopi akan besar sehingga aroma kopi berkurang. Penyangraian yang terlalu lama pada suhu yang juga terlalu tinggi akan menurunkan kualitas kopi terutama pada kualitas aroma dan warna seduhan karena bila terlalu lama bisa menyebabkan terbentuknya warna yang hitam dan rasa pahit serta kehilangan senyawa aroma yang mudah menguap.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap hasil penyangraian selama 15 menit, 20 menit, dan 25 menit, diketahui bahwa pada kelompok 1 dan 2 (sangrai 15’) warna berubah dari coklat muda (+1) menjadi coklat muda (+3). Kelompok 3 (sangrai 20’) warna berubah dari coklat muda menjadi hitam. Kelompok 4 (sangrai 20’) warna berubah dari coklat muda (+1) menjadi coklat kehitaman (+2). Kelompok 5 (sangrai 25’) warna berubah dari coklat muda menjadi coklat tua. Kelompok 6 (sangrai 25’) warna berubah dari kuning kecoklatan menjadi coklat muda. Penyimpangan terjadi pada hasil sangrai kopi kelompok 3 (sangrai 20’) yang berwarna hitam seharusnya biji kopi berwarna coklat tua atau coklat kehitaman. Hal ini bisa disebabkan oleh karena penggunaan suhu kompor yang terlalu tinggi (api terlalu besar sehingga cepat gosong). Penyimpangan juga terjadi pada kelompok 6 (sangrai 25’), kopinya berwarna kuning kecoklatan. Seharusnya kopinya berwarna coklat kehitaman karena lama waktu penyangraian lebih lama. Hal ini dapat disebabkan karena api kompor untuk menyangrai terlalu kecil, suhu penyangraian tidak stabil serta penyangraian kurang merata ataupun karena kesalahan pengamatan yang dilakukan praktikan terhadap perubahan warna biji kopi hasil sangrai.
2.      Penggilingan(penumbukan)
Penggilingan merupakan proses pemecahan (penggilingan) butir-butir biji kopi yg telah direndang/disangrai untuk mendapatkan kopi bubuk yg berukuran maksimal 75 mesh. Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa seduhan dan aroma kopi. Semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya karena sebagian besar bahan-bahan yang terdapat di dalam kopi bisa larut dalam air ketika diseduh. Penggilingan oleh industri kecil / pabrik dilakukan dengan menggunakan mesin giling yang dilengkapi alat pengatur ukuran partikel kopi sehingga secara otomatis bubuk kopi yang keluar sudah mempunyai ukuran seperti yang diinginkan tidak perlu disaring lagi. Penggilingan dilakukan terhadap biji kopi hasil penyangraian untuk mendapatkan kopi bubuk. Penggilingan menjadi partikel yang halus dapat mengakibatkan hilangnya substansi volatile karena panas yang timbul dalam proses penggilingan. Kehilangan aroma pada kopi dapat disebabkan karena menguapnya zat caffeol yang beraroma khas kopi sehingga aroma khas dari kopi akan menjadi kurang tajam.

3.      Pengayakan
Pengayakan bertujuan untuk memeperoleh kopi bubuk yang halus dan seragam. Pada umunya dilakukann dengan alat pengayak yang mempunyai ukuran 40 mesh. Ukuran mesh menunjukkan bahwa setiap 1 inchi2 terdapat sejumlah lubang ayakan. Ukuran partikel kopi bubuk dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu kasar (regular grind), sedang (drip grind) dan halus (fine grind).‏ Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa seduhan dan aroma kopi. Semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya karena sebagian besar bahan-bahan yang terdapat di dalam kopi bisa larut dalam air ketika diseduh (Ciptadi dan Nasution, 1978).
Dalam kegiatan praktikum kali ini digunakan ayakan berukuran 60 mesh dan 80 mesh. Ayakan 60 mesh berarti setiap 1 inchi2 terdapat sejumlah 60 lubang ayakan dan ayakan 80 mesh berarti setiap 1 inchi2 terdapat sejumlah 80 lubang ayakan. Berarti lubang pada ayakan 60 mesh berukuran lebih besar sehingga memungkinkan jumlah kopi bubuk hasil ayakan adalah lebih banyak dan bentuknya lebih kasar. Sedangkan kopi bubuk yang diayak dengan ayakan 80 mesh akan memiliki jumlah hasil ayakan yang lebih sedikit dan teksturnya lebih halus karena ukuran lubang ayakannya lebih kecil.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa hasil pengayakan kopi bubuk (berat akhir kopi bubuk) dengan berat awal 150 gram, pada kelompok 1 (ayakan 60 mesh+sangrai 15’) adalah 66.1 gr, pada kelompok 2 (ayakan 80 mesh+sangrai 15’) adalah 94 gr, pada kelompok 3 (ayakan 60 mesh+sangrai 20’) adalah 82.8 gr , pada kelompok 4 (ayakan 80 mesh+sangrai 20’) adalah 91.2 gr, pada kelompok 5 (ayakan 60 mesh+sangrai 25’) adalah 91.75 gr, pada kelompok (ayakan 80 mesh+sangrai 25’) adalah 68.5 gr. Hasil pengayakan kopi bubuk (berat akhir kopi bubuk) dengan ayakan 80 mesh pada kelompok 2 dan 4 memiliki hasil lebih banyak daripada berat akhir kopi bubuk yang diayak dengan ayakan 60 mesh, seharusnya berat akhir kopi bubuk yang diayak dengan ayakan 80 mesh lebih sedikit karena ukuran lubang ayakannya lebih kecil sehingga partikel kopi yang lolos ayakan seharusnya juga semakin sedikit. Penyimpangan ini dapat disebabkan karena teknik pengayakan praktikan yang kurang benar (terlalu ditekan-tekan) sehingga banyak partikel kopi yang lolos secara paksa akibatnya berat akhir menjdai lebih banyak serta kesalahan pada saat penimbangan yang tidak cermat.
Penggunaan bahan pencampur pada kopi bubuk mempunyai peranan untuk menentukan aroma dan rasa kopi bubuk yang unik dan khas. Penggunaan bahan pencampur dapat meningkatkan aroma dan citarasa kopi serta mutu jual maupun kualitas kopi, namun juga dapat mengurangi tingkat kemurnian kopi bubuk maupun perubahan kadar komponen senyawa lain yang ada dalam kopi bubuk sehingga penggunaan bahan pencampur hanya diberikan pada beberapa tingkat konsentrasi tertentu. Bahan pencampur yang digunakan dalam kegiatan praktikum kali ini adalah susu bubuk dengan berbagai konsentrasi, mulai 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%.
Pada praktikum kali ini akan dilakukan uji organoleptik terhadap beberapa panelis tentang aroma, rasa, dan tingkat kesukaan terhadap kopi bubuk yang ditambah bahan pencampur serta penentuan kadar air dan kadar sari kopi bubuk.
Uji organoleptik dilakukan oleh beberapa orang panelis yang tidak terlatih yaitu para praktikan sendiri (diambil 5 orang panelis dari setiap kelompok) sehingga hasilnya nanti masih kurang begitu akurat dan bersifat subyektif bergantung pada tingkat kesukaan dari para praktikan penguji karena biasanya akan ada sebagian praktikan yang sangat suka bahkan sangat tidak suka pada kopi.
Rasa dan aroma kopi bubuk yang dicampur bahan pencampur ditentukan oleh proses penyangraian, pengayakan, maupun konsentrasi campuran kopi bubuk. Penyangraian pada suhu dan waktu optimum serta pengayakan yang semakin halus akan meningkatkan pembentukan aroma dan flavor kopi yang khas.
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik terhadap aroma, rasa, dan tingkat kesukaan diketahui bahwa konsentrasi bahan pencampur 25% paling disukai oleh panelis (tingkat kesukaannya tinggi/sangat disukai), sedangkan yang paling tidak disukai adalah kopi bubuk dengan konsentrasi bahan pencampur 30%. Sedangkan untuk konsentrasi lainnya, memiliki tingkat kesukaan medium (tidak terlalu tinggi). Penggunaan bahan pencampur pada komposisi yang tidak tepat (terlalu banyak) dapat menyebabkan lemahnya aroma kopi.
Penentuan kadar air dilakukan untuk menentukan jumlah kandungan air yang terdapat dalam kopi bubuk yang telah dicampur dengan susu bubuk. Kadar air menyatakan jumlah kandungan air dalam kopi bubuk yang telah dicampur. Jumlah kadar air kopi bubuk akan semakin kecil seiring dengan peningkatan jumlah konsentrasi bahan pencampur yang ditambahkan karena perbandingan air terhadap total padatan dalam kopi bubuk juga akan semakin kecil.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa kadar air kopi bubuk yang dicampur susu bubuk 5% adalah 1.645%, susu bubuk 10% adalah 1.658%, susu bubuk 15% adalah 0.499%, susu bubuk 20% adalah 8.03%, susu bubuk 25% adalah -1.976%, dan susu bubuk 30% adalah 11. 065%. Penyimpangan terjadi karena kadar air semakin meningkat ketika konsentrasi bahan pencampur yng ditambahkan semakin banyak serta ada kadar air yang bernilai negatif pada konsentrasi campuran susu bubuk 25%. Penyimpangan ini dapat disebabkan karena kesalahan praktikan dalam penimbangan sampel yang tidak cermat.
Penentuan kadar sari dilakukan untuk menentukan tingkat kemurnian kopi bubuk (kadar kopi) yang telah dicampur bahan pencampur. Kadar sari menyatakan jumlah total padatan kopi yang terlarut yang besarnya dipengaruhi oleh perbandingan antara padatan dan cairan, lamanya waktu kontak, suhu, serta ukuran partikel kopi bubuk. Jika kadar sarinya besar berarti jumlah total padatan kopi terlarutnya besar. Dasar penentuan kadar sari dilakukan dengan melarutkan/mengekstraksi kopi bubuk dalam air panas lalu dihitung perubahan beratnya setelah dioven. Penggunaan air panas bertujuan untuk mempercepat proses ekstraksi senyawa pembentuk aroma dalam kopi. Suhu air panas untuk menyeduh kopi yang optimum adalah sekitar 85oC- 95oC agar padatan terlarut dapat terekstrak dalam jumlah yang cukup dan mampu memberikan rasa mantap pada seduhan kopi. Suhu air yang terlalu tinggi dapat melarutkan senyawa pahit dalam kopi sehingga kopi akan terasa pahit (Winarno,1993).
Kandungan kadar sari yang baik untuk kopi bubuk yang telah dicampur dengan bahan pencampur adalah sekitar 60% sehingga apabila kadar sari kurang dari angka tersebut, maka kualitas kopi bubuk kurang baik.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa kadar sari kopi bubuk yang dicampur susu bubuk 5% adalah 118%, susu bubuk 10% adalah 68.75%, pada susu bubuk 15% adalah 118.25%, susu bubuk 20% adalah 86.5%, pada susu bubuk 25% adalah -106.5%, dan susu bubuk 30% adalah -758.75%. Penyimpangan terjadi karena kadar sari pada kopi bubuk yang dicampur susu bubuk dengan konsentrasi 25% dan 30% bernilai negatif serta pada konsentrasi campuran susu bubuk 5% dan 15% kadar sarinya bernilai lebih dari 100% seharusnya tidak demikian. Konsentrasi campuran yang menghasilkan kadar sari cukup tinggi adalah konsentrasi 10% dan 20%. Penyimpangan ini dapat disebabkan karena kesalahan praktikan dalam penimbangan sampel yang tidak cermat.

0 komentar:

Posting Komentar