Bahan pangan yang tersedia
di alam tersusun atas unsur kimia seperti karbon (C), hydrogen (H), nitrogen
(N), oksigen (O), sulfur (S), phosphor (P), dan lain-lain. Setiap bahan
pangan mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang
bervariasi yang banyak jumlahnya. Lemak merupakan suatu kelompok senyawa yang
heterogen, tetapi mempunyai kesamaan sifat kelarutannya. Lemak umumnya tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti eter dan petroleum
eter. Berat jenisnya lebih rendah daripada air. Yang tergolong sebagai lemak
adalah lemak netral atau trigliserida dan lilin. Sterol, fosfolipid, ester asam
lemak dan yang termasuk turunan lemak. Trigliserida adalah bentuk utama lemak,
baik di dalam tubuh manusia maupun di dalam bahan pangan. Secara kimia,
trigliserida terdiri atas 3 asam lemak yang melekat pada gliserol dan ikatan
ester. Lemak (padat) pada umumnya mengandung mengandung asam lemak jenuh (lemak
yang berikatan rangkap tinggi, sedangkan minyak (cair) tingkat
ketidakjenuhannya tinggi berarti banyak mengandung asam lemak berikatan rangkap
sehingga cenderung mudah teroksidasi, kecuali minyak kelapa kandungan asam
lemak tidak jenuhnya rendah. Semakin panjang rantai atom karbon asam, akan
semakin tinggi ketidakjenuhannya dan sifat fisik asam lemak ini cenderung
semakin encer (Widyaningsih, 2004).
Bilangan asam adalah
ukuran dari jumlah asam lemak bebas serta dihitung berdasarkan berat molekul
dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai
jumlah milligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk mrnrtralkan asam lemak bebas
yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Derajat asam adalah banyaknya
milliliter KOH 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan 100 gram minyak atau
lemak (Ketaren, 2005). Sedangkan menurut Sumardi dan Hardoko (1992) bilangan
asam lemak bebas adalah banyaknya basa dalam ml ekuivalen yang diperlukan untuk
menetralkan 100 gram contoh yang ditentukan.
Angka FFA adalah indikasi
dari jumlah ketengikan hidrolitik kandungan/kadar FFA yang ditentukan dengan
titrasi alkali standar. Penentuan angka FFA harus ditetapkan untuk tiap spesies
ikan, dimana batas maksimumnya akan berubah-ubah tergantung dalam tiap
ikatannya (Bonnel, 1998).
karakteristik
Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak
digolongkan kedalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling
besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidak
jenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value), maka minyak
kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oils karena bilangan iod
minyak tersebut berkisar antara 7,5 hingga 10,5 (Ketaren, 2008).
Minyak kelapa mengandung 84% trigliserida, sterol yang
terdapat dalam minyak nabati disebut phitosterol dan mempunyai dua isomer yaitu
beta sitosterol (C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O).
Sterol bersifat sebagai stabilizer dalam minyak. Tokoferol mempunyai 3 isomer
yaitu α-tokoferol (titik cair 158-160 0C); α, β – tokoferol (titik
cair 138 – 140 0C); dan β – tokoferol. (Muchtadi dan Sugiyono,
1992).
Kandungan
jenis minyak kelapa tersusun atas unsure-unsur C, H, dan O. Minyak sawit
terdiri atas fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang.
Penyusun fraksi padat terdiri atas asam lemak jenuh, antara lain asam miristat
(1%), asam palmitat (45%) dan asam stearat. Sedangkan fraksi cair tersusun atas
asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%), dan asam linoleat 11%
(Silviana, 2008).
Proses
penyaringan minyak kelapa sawit sebanyak 2 kali (pengambilan lapisan minyak
jenuh) menyebabkan kandungan asam tak jenuh menjadi lebih tinggi. Tingginya
kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak menjadi mudah rusak oleh
proses penggorengan karena selama proses menggoreng, minyak akan dipanaskan
secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen
dari udara luar yang memudahkan terjadinya oksidasi pada minyak (Sartika,
2009).
Prinsip Metode Analisa
Menurut
Herlina (2002) angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat
dalam suatu lemak atau minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram
NaOH yang dibutuhkan asam lemakbebas yang terdapat dalam satu gram lemak atau
minyak.
Asam
Menurut
Sudarmadji, et. al., (2007), cara
penentuan minyak atau lemak sebanyak 10 -20 gram ditambahkan 50 ml alkohol
netral 95% kemudian dipanaskan 10 menit dalam penangas air sambil diaduk dan
ditutup pendingin balik. Alkohol berfungsi untuk melarutkan asam lemak. Setelah
didinginkan kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N menggunakan indikator
phenolphathalein sampai tepat warna merah jambu.
Angka
asam
Menurut
Widjanarko (1996) lemak atau minyak dilarutkan dalam alcohol 95% dan dipanaskan
selama 10 menit diatas penangas air sambil diaduk dan ditutup dengan pendingin
balik, setelah dingin asam lemak bebas dititrasi dengan KOH dengan indikator pp
sampai merah jambu.
Angka
asam
Lemak dan Minyak
Lemak merupakan
pangan yang berenergi tinggi, setiap gramnya member lebih banyak energi
daripada karbohidrat atau protein. Lemak juga merupakan makanan cadangan di
dalam tubuh, karena kelebihan karbohidrat diubah menjadi lemak dan disimpan
dalam jaringan adipose. Lemak terutama terdiri atas trigliserida tetapi juga
mengandung kolestrol, yang diduga mempunyai hubungan dengan penyakit jantung
dan asam-asam lemak esensial yaitu linoleat dan asam arakhidonat (Buckle, et al, 2007).
Lemak
atau minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh
manusia. Selain itu, lemak dan minyak juga merupakan sumber energy yang lebih
efektif dibandingkan karbohidrat dan protein (Winarno, 2002). Sedangkan menurut
Sediaoetama (2008), lemak adalah sekelompok ikatan yang terdiri atas
unsur-unsur Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) yang mempunyai sifat dapat
larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak) seperti petroleum
eter, benzene, lemak, yang mempunyai titik lebur tinggi bersifat padat pada
suhu kamar, sedangkan yang mempunyai titik lebur rendah bersifat cair pada suhu
kamar.
Lemak
dan minyak terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari
gliserol dan asam lemak rantai panjang. Angka nabati terdapat dalam
buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman dan sayur-sayuran.
Dalam jaringan hewan, lemak terdapat diseluruh badan, tetapi jumlah terbanyak
dalam jaringan adipose dan tulang sumsum trigeliserida dapat berwujud padat
atau cair. Hal ini tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya.
Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sujumlah asam
lemak tidak jenuh, yaitu oleat, linoleat atau asam linoleat dengan titik cair
yang rendah. Lemak hewani pada umunya berbentuk padat pada suhu kamar karena
banyak mengandung asam lemak jenuh misalnya asam polimitat dan stearat yang
mempunyai titik cair lebih tinggi (Ketaren, 2008).
Dalam
proses pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu
molekul gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak (umumnya ketiga asam lemak
berbeda-beda) yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air.
O
H2C
– OH HOOCR1
H2C – O – C – R1
O
HC –
OH + HOOCR2
HC – O –C –R2
+ 3 H2O
O
H2C
– OH HOOCR3
H2C – O – C – R3
Gliserol
asam lemak trigliserida
air
Kalau R1
= R2 = R3 maka trigliserida yang terbentuk disebut
trigliserida sederhana (simple
triglyceride) sebaliknya berbeda disebut trigliserida campuran (mixed trigliseride) (Sudarmadji, et. al., 2007).
Hubungan Asam Lemak Bebas dengan
Kualitas
Menurut Ketaren (2008) lema dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%.
Jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau
tengik. Namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam
lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan
rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak
dapat menguap dengan jumlah atom 5 lebih besar dari 14 (5 > 14).
Penentuan
kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan dengan proses
ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan misalnya
penjernihan (refining), penghilangan
bau (deodorizing), penghilangan warna
(bleaching), dan sebagainya.
Penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat berhubungan erat dengan kekuatan
daya simpanya, sifat gorengannya, baunya maupun rasanya. Tolok ukur kualitas
ini termasuk angka asam lemak bebas (Free
Fatty Acids atau FFA), bilangan peroksida, tingkat ketegikan dan kadar air
(Sudarmadji, et. al., 2007).
Prinsip Kerja Bahan
Indikator PP
Indikator PP adalah indikator perubahan warna dengan ditandai tepat hilangnya
warna merah. Cara pembuatan indikator PP adalah 1 gram Penophatalein dalam 100
ml alkohol
KOH
KOH berfungsi untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisa agar mempermudah
reaksi dengan basa sehingga terbentuk. Cara pembuatan KOH adalah KOH sebanyak
6,5 gram dilarutkan dalam aquadest hingga 1 L (Sudarmadji, et. al., 2007).
Metode uji ini digunakan untuk penetapan konstituen asam suatu produk Minyak bumi dan Minyak pelumas.
Sebagai konstituen asam dapat berupa asam lemah, dan asam kuat. Pengertian asam lemah dan asam kuat adalah bergantung pada sifat ionisasinya atau disosiasinya. Untuk asam kuat mempunyai konstanta disosiasi paling kecil 1000 kali dari asam lemah.
Metode uji ini dapat digunakan sebagai petunjuk terjadinya perubahan sifat minyak yang terjadi selama pemakaian yang disebabkan oleh oksidasi.
Petunjuk yang terjadi adalah perubahan warna atau sifat-sifat lain. Adanya perubahan tersebut tidak mutlak dapat digunakan sebagai indikasi bahwa minyak tersebut harus diganti.
Tidak terdapat hubungan antara keausan (bearing corrosion) dan besarnya angka keasaman.
Minyak pelumas baru (= fresh oil atau unused oil) mempunyai sifat kebasaan tinggi. Dalam pemakaiannya, minyak pelumas akan menjadi asam, terutama yang straight mineral (non aditif). Hal ini disebabkan oleh terjadinya oksidasi minyak itu menghasilkan dan yang melarut dalam minyak.
yang dihasilkan bila betemu air maka akan membentuk yang melarut. Karena sifatnya asam, sehingga akan menurunkan sifat kebasaan minyak itu.
Definisi
- Acid
Number atau Bilangan Asam atau Angka Keasaman adalah sejumlah basa yang
dinyatakan dalam mg /g sampel,
yang diperlukan untuk titrasi sampel didalam solvent sampai titik
ekuivalen.
Titik ekuivalen pada metode uji ini ditunjukkan oleh terjadinya lonjakan perubahan potensial atau ditunjukkan oleh potensial larutan buffer basa non akuatik. - Strong
Acid Number (SAN), angka keasaman kuat) adalah sejumlah basa yang
dinyatakan dalam mg /g sampel,
yang diperlukan untuk titrasi sampel didalam solvent sampai titik
ekuivalen.
Titik ekuivalen ditunjukkan oleh terjadinya lonjakan perubahan potensial atau ditunjukkan oleh potensial larutan buffer asam non akuatik.
Contoh dilarutkan dalam campuran Toluena dan Isopropil alkohol yang mengandung sedikit air (bebas ) dan dititrasi secara Potensiometri dengan larutan standar alkoholat, menggunakan elektroda indikator gelas dan elektroda acuan kalomel.
Dibuat kurva dari pembacaan potensial pada tiap penambahan volume diplot secara manual atau automatik terhadap volumenya.Titik ekuivalen ditunjukkan oleh lonjakan potensial pada kurva. Bila tidak terjadi lonjakan potensial, titik ekuivalen ditentukan dengan pembacaan potensial dari larutan buffer asam non akuatik atau larutan buffer basa non akuatik.
Perhitungan
- Untuk titrasi manual, plot volume larutan penitrasi asam atau basa yang ditambahkan versus potensial masing-masing. Sebagai titik ekuivalen, ditunjukkan oleh lonjakan potensial. Bila tidak didapatkan lonjakan potensial, maka titik ekuivalen ditentukan dengan plotting potensial larutan fresh buffer asam non akuatik atau larutan buffer basa non akuatik.
- Untuk semua titrasi asam pada minyak bekas, titik ekuivalen ditentukan oleh titik pada kurva sesuai dengan larutan fresh buffer basa non akuatik.
- Perhitungan Acid Number dan Strong Acid Number, dirumuskan sebagai berikut :
dimana :
- A merupakan larutan KOH alkoholat yang digunakan untuk titrasi sampel sampai titik ekuivalen yang ditunjukkan oleh lonjakan perubahan potensial, atau bila tidak terdapat lonjakan potensial, ditentukan dengan cara tarik garis mendatar harga potensial larutan buffer basa non akuatik yang baru dibuat (fresh) hingga memotong kurva titrasi, ml.
- B merupakan larutan KOH alkoholat yang digunakan pada titrasi blanko, ml
- M merupakan molaritas larutan KOH alkoholat, grl/L
- m merupakan molaritas larutan HCl alkoholat, grl/L
- W merupakan berat sampel yang dianalisis, gram
- C merupakan larutan KOH alkoholat yang digunakan pada titrasi sampel yang ditunjukkan oleh lonjakan perubahan potensial, atau bila tidak terjadi lonjakan potensial, ditentukan dengan cara mengukur besarnya harga potensial dari larutan fresh buffer asam non akuatik, kemudian di plot terhadap kurva titrasi, ml
- D merupakan larutan HCl alkoholat yang digunakan untuk titrasi blanko sampai titik ekuivalen, ml
- 56,1 merupakan BM KOH
Kadar
sari
Pada kegiatan praktikum kali ini, kami melakukan praktikum pengolahan
kopi yang terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu pengamatan buah kopi, pembuatan
kopi bubuk, kegiatan mencampur kopi bubuk dengan bahan pencampur, dan pembuatan
sirup kopi jahe.
Kopi yang
dalam bahasa Arabnya disebut “Kahwa“ dapat dijadikan sebagai minuman non
alkoholik dengan aroma dan yang rasa khas. Kopi diperoleh dari buah tanaman
kopi (Coffea sp) yang termasuk familia Rubiaceace dan genus Coffea.
Kopi memiliki banyak varietas dan beberapa cara pengolahan . Ada sekitar
4500 varietas kopi di dunia yang terbagi ke dalam empat golongan besar, yaitu Coffea
canephora, Coffe arabica, Coffea exelsa, dan Coffea Liberika. Di
Indonesia, dibudidayakan tiga varietas kopi, yaitu Coffea robusta, Coffea
arabica, dan Coffea liberika. Tanaman kopi umumnya mulai berbunga
setelah berumur ± 2 tahun, berbunga secara serempak dan bergerombol,
daunnya berbentuk bulat telur, ujungnya agak meruncing, umumnya memiliki biji
berkeping dua, dan berbatang tegak lurus (Najiati dan Danarti, 2001).
1.
Struktur Buah Kopi
Untuk dapat mengetahui struktur buah kopi yang lengkap
perlu dilakukan suatu pengirisan seperti pengirisan melintang sehingga akan
tampak irisan melintangnya. Buah kopi memiliki struktur buah seperti di bawah
ini:
►Bagian-bagian buah kopi
terdiri atas:
1.
Kulit luar (Exocarp) : merupakan bagian terluar dari
buah kopi yang terdiri atas lapisan tipis, liat, dan pada buah yang masih muda
akan berwarna hijau tua lalu berangsur - angsur berwarna hijau kuning, kuning,
merah hingga merah kehitaman
2.
Lapisan
daging buah (Mexocarp) : merupakan daging buah yang berlendir dan rasanya agak
manis apabila sudah masak.
3.
Lapisan
kulit tanduk (Endocarp) : merupakan kulit bagian dalam dengan strukturcukup
keras dan disebut kulit tanduk
4.
Biji kopi
terdiri dari 2 bagian, yaitu:
- Putih lembaga / endosperm
terdapat lembaga (embrio)
- Kulit ari / kulit biji
5.
Celah
merupakan rongga kosong berupa saluran memanjang sepanjang ukuran biji
Komposisi
buah kopi adalah sebagai berikut:
·
40
% terdiri dari pulp,
·
20
% lendir (mucilage) dan
·
40 %
adalah biji kopi dan kulit majemuk.
Buah kopi
yang sudah masak umumnya berwarna kuning kemerahan sampai merah tua (merah
kehitaman bila lewat masak), tetapi ada pula yang belum cukup tua sudah
berwarna kuning kemerahan pucat yaitu buah kopi yang terserang hama bubuk buah
kopi. Buah kopi biasanya memiliki dua keping biji, tetapi juga ada yang hanya
mengandung satu keping biji saja bahkan ada yang tidak mempunyai keping biji
sama sekali yang disebut kopi gabug (Djumarti, 1999).
Berdasarkan
hasil pengamatan praktikum terhadap buah kopi, diketahui bahwa buah kopi yang
masih muda berwarna hijau hingga hijau tua, buah kopi yang tua (nyadam)
berwarna hijau kemerahan, oranye hingga merah kekuningan, dan buah kopi yang
matang (lewat masak) berwarna merah tua hingga merah kehitaman.Hal ini sudah
sesuai dengan literatur. Namun, dari hasil kelompok 2 diketahui bahwa warna
buah kopi matang adalah hijau kemerahan. Hal ini tidak sesuai dengan literatur
dan ini dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pengamatan yang kurang cermat.
Ukuran besar ditinjau dari panjang dan lebar buah kopi pada 3 tingkat
kematangan adalah bervariasi dan cenderung berkisar pada nilai 1,1-1,831 cm
(panjang) dan berkisar di antara nilai 1,2-1,7 cm (lebar). Berat buah kopi pada
3 tingkat kematangan juga bervariasi, cenderung berkisar pada nilai 1,2-2,6173
gram dan berat buah yang sudah masak (lewat masak) dari hasil beberapa kelompok
cenderung lebih berat daripada buah yang masih muda karena total padatan pada
buah yang masak akan lebih banyak. Ukuran keseragaman buah kopi pada 3 tingkat
kematangan adalah cenderung tidak seragam karena berat, panjang, dan lebarnya
berbeda cukup jauh. Namun, hasil pengamatan kelompok 2 dan 6 menunjukkan bahwa
buah kopi muda memiliki keseragaman serta hasil pengamatan kelompok 1
menunjukkan bahwa buah kopi nyadam dan matang adalah seragam. Adanya perbedaan
hasil ini disebabkan karena perbedaan pengamat dan tingkat kecermatan dalam
pengamatan sehingga pengamatan ini bersifat subyektif tergantung pada
masing-masing pengamat.
2. Teknologi Pengolahan Buah Kopi
Setelah
proses pemanenan, maka buah kopi akan memasuki tahapan pengolahan lalu
dipasarkan. Kopi yang dipasarkan biasanya berupa biji kopi kering yang sudah
terlepas dari daging buah dan kulit arinya (disebut kopi beras). Pengolahan
pada buah kopi bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulitnya dan
mengeringkan biji kopi tersebut sehingga diperoleh kopi beras dengan kadar air
10-13 % dan siap dipasarkan.
Kopi
beras yang sudah siap untuk diperdagangkan berasal dari buah kopi basah yang
telah mengalami beberapa tingkat proses pengolahan. Secara garis besar dan
berdasarkan cara kerjanya, maka terdapat dua cara pengolahan buah kopi basah
menjadi kopi beras, yaitu yang disebut pengolahan buah kopi cara basah dan
cara kering. Pengolahan buah kopi secara basah biasa disebut W.I..B. (West
lndische Bereiding), sedangkan pengolahan cara kering biasa disebut O.I.B. (Ost
Indische Bereiding) (Anonim,
2008:2).
o Pengolahan Cara Kering
Pengolahan cara kering
seringkali digunakan oleh kalangan petani karena membutuhkan biaya investasi
yang cukup rendah dan peralatan yang cukup sederhana. Metode pengolahan ini
biasanya dilakukan untuk mengolah kopi berwarna hijau, kopi hampa, dan kopi
yang terserang bubuk (penyakit). Tahapan pengolahannya adalah sebagai berikut:
1. Sortasi gelondong
Teknik
sortasi ini dilakukan dengan cara memisahkan kopi yang berwarna hijau, hampa,
dan terserang bubuk (penyakit) yang baru datang dari kebun dengan kopi yang
sehat dan berwarna merah (kopi berwarna merah akan menghasilkan kopi bermutu
baik).
2. Pengeringan
Proses ini
bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kopi dari 53-55 % menjadi 8 – 10 %
sehingga kopi tidak mudah terserang cendawan dan tidak mudah pecah ketika di
hulling.Teknik ini dapat dilakukan secara alami dengan cara dijemur di bawah
sinar matahari selama 2-3 minggu, pengeringan buatan (mesin pengering), atau
dengan kombinasi antara pengeringan alami dan buatan hingga diperoleh kopi
dengan kadar air sekitar 10-13%.
3. Hulling
Proses
hulling pada pengolahan cara kering bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari
kulit buah, kulit tanduk, dan kulit arinya. Hulling dapat dilakukan dengan huller
yang terdiri atas 3 tipe, yaitu huller manual, huller dengan penggerak
motor, dan hummer mill.
4. Sortasi biji
Proses ini bertujuan
untuk untuk membersihkan/memisahkan kopi beras dari kotoran sehingga memenuhi
syarat mutu dan mengklasifikasikan kopi tersebut menurut standar mutu yg telah
ditetapkan, misalnya ditinjau dari keseragaman biji, warna biji, serta utuh
atau pecahnya biji.
(Ciptadi dan Nasution, 1978).
o
Pengolahan
Cara Basah
Pengolahan cara basah
seringkali digunakan oleh perusahaan karena membutuhkan biaya investasi yang
cukup besar dan peralatan yang kompleks/modern (tidak sederhana). Metode
pengolahan ini biasanya dilakukan untuk mengolah kopi yang berwarna merah dan
sehat. Tahapan pengolahannya adalah sebagai berikut:
1. Sortasi gelondong
Kegiatan ini
bertujuan untuk memisahkan kopi sehat berwarna merah dari kopi berwarna hijau,
hampa, dan terserang bubuk (penyakit). Alat sortasinya berupa bak gelondong.
Teknik ini dilakukan cara memasukkan kopi ke dalam bak sortasi lalu diisi
dengan air sampai penuh kemudian diaduk. Kopi yang hampa, terserang bubuk atau
tidak sehat akan mengapung di atas permukaan air dan akan diolah secara kering.
Sedangkan kopi yang bernas (baik) akan tenggelam di dasar bak dan ini akan
disalurkan ke mesin pulper untuk selanjutnya diolah secara basah.
2. Pulping (pengupasan kulit buah)
Tujuan
pulping adalah untuk memisahkan biji kopi dari kulit buahnya sehingga hanya
akan diperoleh biji kopi yang masih terbungkus oleh kulit tanduknya. Alat yang
digunakan adalah mesin pulper. Ada 2 tipe mesin pulper yaitu vis pulper dan
raung pulper. Vis pulper berfungsi sebagai pengupas kulit saja sehingga biji
kopi masih perlu difermentasi dan dicuci lagi. Sedangkan raung pulper juga
berfungsi sebagai pencuci sehingga hasilnya tidak perlu difermentasi dan dicuci
lagi tetapi dapat langssung dikeringkan karena sudah bebas dari lendir. Mesin
pulper punya 2 bagian penting berupa silinder dan plat pememar. Pada saat
melewati bagian ini, biji kopi akan tergencet dan terkelupas kulitnya. Biasanya
setiap mesin dilengkapi 2-3 silinder (Najiati dan Danarti, 2001).
3.
Fermentasi
Proses
fermentasi bertujuan untuk menghilangkan lapisan daging buah berlendir yang
melekat pada kulit tanduk (parchement) disebut “mucilage”. Proses ini dilakukan
dengan bantuan kegiatan jazad renik bakteri asam laktat yang menyebabkan
pemecahan komponen lapisan lendir yaitu protopektin dan gula diurai menjadi
asam-asam dan alkohol sehingga lapisan lendir mudah terlepas dari kulit
tanduknya. Lama fermentasi sekitar 1,5 – 4,5 hari karena bila terlalu lama
(over fermented) akan menghasilkan kopi beras berbau apek sebab telah terjadi
pemecahan komponen isi putih lembaga.
Macam cara fermentasi
·
Fermentasi basah : dilakukan dengan cara
kopi direndam 10 jam, air dikeluarkan melalui lubang-lubang di bagian bawah bak
sambil diaduk-aduk, lalu diisi air lagi setiap 3-4 jam air rendaman diganti
sambil diaduk. Lama fermentasi 36-40
jam, bila lebih kopi berbau busuk dan mutunya rendah.
·
Fermentasi
kering : dilakukan dengan
cara menumpuk kopi yang baru keluar dari mesin pulper dan ditutup dengan goni
agar lembab, lalu setiap 5-6 jam diaduk agar fermentasi merata. Lama fermentasi
2-3 hari.
Perubahan-perubahan
yang terjadi selama proses fermentasi adalah sebagai berikut :
1. Pemecahan komponen mucilage
Lapisan
berlendir mempunyai bagian terpenting berupa komponen protopektin yaitu suatu insoluble
complex tempat terjadinya meta cellular lactice dari daging buah. Material
inilah yang terpecah dalam proses fementasi. Ada yang berpendapat bahwa
tejadinya pemecahan getah itu adalah sebagai akibat bekerjanya suatu enzim yang
terdapat dalam buah kopi. Enzim ini termasuk sejenis katalase yang akan memecah
protopektin dalam buah kopi. Kondisi fermentasi dengan pH 5.5-6.0, pemecahan
getah akan berjalan cukup cepat. Apabila pH diturunkan menjadi, 4.0 maka
kecepatan pemecahan akan menjadi tiga kali lebih cepat dan apabila pH 3.65
pemecahan akan menjadi dua kali lebih cepat. Dengan penambahan larutan
penyangga fosfat sitrat maka kondisi pH akan dapat stabil bagi aktivitas
protopektinase. Dalam proses fermentasi dapat ditambahkan 0.025 persen enzim
pektinase yang dihasilkan dari isolasi sejenis kacang. Dengan penambahan 0..025
persen enzim pektinase maka fementasi dapat berlangsung selama 5 sampai 10 jam
dengan menaikkan suhu sedikit. Sedangkan bagi proses fermentasi yang alami
diperlukan waktu sekitar 36 jam. Pada waktu buah kopi tersebut mengalami pulping
sebagian besar enzym tersebut terpisah dari kulit dan daging buah, akan tetapi
sebagian kecil masih tertinggal dalam bagian sari buah kopi.
2. Pemecahan gula
Sukrosa
merupakan komponen penting dalam daging buah kopi. Kadar gula akan meningkat
dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat dikenal dengan adanya
rasa manis. Gula adalah senyawaan yang larut dalam air, oleh karena itu dengan
adanya proses pencucian lebih dari 15 menit akan banyak menyebabkan terjadinya
banyak kehilangan konsentrasinya. Proses difusi gula dari biji melalui
parchment ke daging buah yang berjalan sangat lambat. Proses ini terjadi
sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan pemisahan buah. Oleh karena itu
kadar gula dalam daging biji akan mempengaruhi konsentrasi gula di dalam getah
beberapa jam setelah fermentasi. Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah
asam laktat dan asam asetatn dengan kadar asam laktat yang lebih besar.
Asam-asam lain yang dihasilkan dari proses fermentasi ini adalah etanol, asam
butirat dan propionat. Asam lain akan memberikan onion flavor.
3. Perubahan warna kulit biji
Biji
kopi yang telah terpisahkan dari pulp dan parchment maka kulit ari akan bewarna
coklat. Juga jaringan daging biji akan bewarna sedikit kecoklatan yang tadinya
bewarna abu-abu atau abu-abu kebiruan. Proses browning ini terjadi
akibat oksidasi polifenol. Terjadinya warna kecoklatan yang kurang menarik ini
dapat dicegah dalam proses fermentasi melalui pemakaian air pencucian yang
bersifat alkalis (basa) (http://library.usu.ac.id/download/fp/tekper-ridwansyah4.pdf).
4. Pencucian
Pencucian
berfungsi untuk menghilangkan lendir ataupun cemaran yang masih melekat pada
biji kopi. Ada 2 macam cara pencuian, yaitu:
a). pencucian dengan tangan
(hand washing) : biji kopi diaduk dengan tangan/diinjak-injak dengan kaki pada
air mengalir
b). pencucian dengan mesin :
biji kopi dimasukkan ke dalam mesin pengaduk yang berputar pada sumbu
horisontal dan mendorong biji kopi dengan air mengalir sehingga lapisan lendir
yang masih melekat pada biji akan lepas dan terbuang bersama aliran air
sehingga apabila biji sudah bersih ( tidak licin lagi ) dapat langsung
dikeringkan
5. Pengeringan
Proses ini
bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kopi dari 53-55 % menjadi 8 – 10 %
sehingga kopi tidak mudah terserang cendawan dan tidak mudah pecah ketika di
hulling. Prosesnya dapat dilakukan dengan pengeringan alami (sun drying),
pengeringan buatan (artificial drying), atau kombinasi antara kedua metode
tersebut. Pengeringan buatan/mekanis dilakukan melalui penguapan dgn jalan
pemanasan. Dalam proses penguapan dibedakan menjadi 2 stadium yaitu:
a. Stadium lembab à pada suhu 65o-100oC
terjadi penguapan air permukaan sehingga kadar air turun dari 55 % menjad 30 %
b. Stadium higroskopis à pada suhu 50o-60oC penguapan air dari dalam sel
sehingga kadar air turun dari 30 % menjadi 8 – 10 %, stadium ini sangat penting
karena dapat mempengaruhi mutu, tetapu apabila terjadiover dried akan
mempengaruhi warna.
6. Hulling (pemecahan kulit tanduk)
Tujuan
hulling pada proses ini adalah untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering
dari kulit tanduk, dan kulit arinya. Hulling dapat dilakukan dengan huller yang
memiliki silinder yang dapat berputar horisontal..
7. Sortasi kering
Proses ini
bertujuan untuk untuk membersihkan/memisahkan kopi beras dari kotoran sehingga
memenuhi syarat mutu dan mengklasifikasikan kopi tersebut menurut standar mutu
yg telah ditetapkan, misalnya ditinjau dari keseragaman biji, warna biji, serta
utuh atau pecahnya biji
(Soenaryo dan Ismayadi, 1988).
Secara
singkat, perbedaan proses pengolahan kopi cara kering dan cara basah dapat
dituliskan sebagai berikut:
1. Pengolahan cara kering
o
Dilakukan
oleh kalangan petani
o
Butuh
biaya investasi cukup rendah
o
Peralatannya
sederhana
o
Kopi
yang biasa diolah dengan cara ini adalah kopi yang berwarna hijau, kopi hampa,
dan kopi yang terserang bubuk (penyakit)
o Tahapan pengolahannya terdiri atas 4
macam, yaitu sortasi gelondong, pengeringan, hulling, dan sortasi biji
o Tujuan hulling pada proses ini adalah
untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk, dan kulit ari
o Pengupasan kulit buah, kulit
tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong)
2. Pengolahan cara basah
o
Dilakukan
oleh perusahaan besar
o
Butuh
biaya investasi yang besar (mahal)
o
Peralatannya
kompleks (tidak sederhana)
o
Kopi
yang biasa diolah dengan cara ini adalah kopi yang sehat dan berwarna merah
o
Tahapan
pengolahannya terdiri atas 7 macam, yaitu sortasi gelondong, pulping, fermentasi,
pencucian, pengeringan, hulling, dan sortasi kering
o Tujuan hulling pada proses ini adalah
untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit tanduk, dan kulit ari
o Pengupasan kulit buah
dilakukan sewaktu buah masih basah (pulping)
2.
Proses
Pembuatan Kopi bubuk
Kopi biji
belum mempunyai aroma dan citarasa yang enak. Citarasa baru timbul setelah
dilakukan proses perendangan (roasting) pada biji kopi. Kopi bubuk diperoleh
dari proses pengolahan kopi biji yang terdiri atas perendangan/ penyangraian,
penggilingan dan pengayakan. Flavour kopi yang dihasilkan selama proses
pengolahan kopi bubuk dipengaruhi oleh jenis kopi yang digunakan, cara
pengolahan biji kopi, perendangan, penggilingan, penyimpanan, dan metode
penyeduhan kopi. Kopi bubuk yang baik memiliki standar mutu tertentu yang telah
ditetapkan (Djumarti, 1999).
Ada beberapa
tahapan proses yang dilakukan untuk membuat kopi bubuk, yaitu:
1.
Penyangraian/perendangan/roasting
Perendangan
(penyangraian) merupakan proses pemanasan kopi beras pada suhu 200o
– 225 oC. Tujuan penyangraian adalah untuk mendapatkan kopi rendang
yang berwarna coklat kayu manis kehitaman. Penyangraian juga berfungsi penting
dalam pembentukan aroma, flavor, dan warna seduhan khas kopi. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai
dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast dengan suhu 193oC
sampai 199°C, medium roast dengan suhu 204°C dan dark roast denngan suhu 213oC
sampai 221°C. Light roast menghilangkan 3-5% kadar air, medium roast 5-8 % dan
dark roast 8-14%.
Selama proses
perendangan, biji kopi akan mengalami 2 tahapan proses penting yaitu :
a. Penguapan air pada suhu 100oC
b. Pirolisis pada suhu 180oC – 225oC à tahap ini merupakan taha[ terjadinya
perubahan kimia dengan disertasi degradasi dan sintesis senyawa kimia pada suhu
tinggi. Pada tahap ini kopi akan
mengalami perubahan- perubahan kimia antara lain :
1. Pengarangan serat kasar
2. Terbentuknya senyawa volatile
3. Penguapan zat-zat asam
4. Terbentuknya zat beraroma khas kopi
5. Pengurangan berat 10%
6. Perubahan komposisi kimia
►Perubahan Sifat Fisik dan
Kimia Selama Perendangan/Penyangraian
1. Swelling à selama perendangan akan terbentuk gas-gas
CO2 yang kemudian mengisi ruang di dalam sel atau pori-pori kopi.
2. Penguapan air
3. Terbentuk senyawa volatile
4. Karamelisasi karbohidrat
5. Pengarangan serat kasar
6. Denaturasi protein
7. Terbentuknya gas CO2
sebagai hasil oksidasi
8. Terbentuknya aroma yang
khas pada kopi à cafeol, diacety, diacetylketon,
vanillone, eugenol dll.
9. Perubahan-perubahan warna
terjadi secara berturut-turut dari hijau atau coklat muda menjadi coklat kayu
manis lalu hitam dengan permukaan berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman
dan mudah pecah (retak), maka penyangraian segera dihentikan dan kopi segera
diangkat lalu didinginkan. Perubahan warna biji kopi menjadi coklat ini
disebabkan karena terjadinya karamelisasi karbohidrat yang terkandung dalam
kopi akibat penggunaan suhu yang sangat tinggi dalam proses penyangraian.
Berikut ini adalah jenis senyawa
yang dapat membentuk aroma pada kopi:
1.
Golongan
fenol dan asam tidak mudah menguap, seperti asam klorogenat dan asam kuinat,
asam kafeat, dan riboflavin
2.
Golongan
senyawa karbonil netral, seperti formaldehid, aseton dan asetaldehid, vanillin
3.
Golongan senyawa
karbonil asam, seperti asetoasetat dan keton kaproat, oksaloasetat, hidroksi
piruvat, merkaptopiruvat
4.
Golongan
asam amino bebas, seperti leusin, isoleusin, alanin, threonin, glysin dan asam
aspartat.
5.
Golongan
asam mudah menguap, seperti asam asetat, asam propionate, asam butirat dan asam
valerat.
Perendangan
dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup. Perendangan secara tertutup
akan menghasilkan kopi bubuk yang mempunyai rasa agak asam akibat tertahannya
air dan beberapa jenis asam yang mudah menguap sehingga aromanya lebih tajam
karena senyawa kimia yang mempunyai aroma khas kopi tidak banyak yang menguap.
Selain itu kopi akan terhindar dari pencemaran bau yang berasal dari luar
seperti bau bahan bakar atau bau gas hasil pembakaran yang tidak sempurna. Perendangan
secara terbuka dilakukan dengan menggunakan wajan. Alat penyangrai terdiri
dari silinder, pemanas, dan alat penggerak atau pemutar silinder.
Sebagian kecil dari kaffein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen
lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethylamine, asam formiat dan asam
asetat pada saat penyangraian. Caffein di dalam kopi terdapat sebagai senyawa
bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium
klorogenat. Oleh karena itu, akan terjadi perubahan citarasa dan flavor kopi
yang telah disangrai (http://kopigayo.blogspot.com/2008/03/pengolahan-kopi.html).
Faktor suhu dan lama penyangraian sangat berpengaruh terhadap produk hasil
olahan.
Proses roasting biasanya berlangsung 15-30 menit dengan waktu paling optimal
sekitar 20 menit pada suhu sekitar 180oC -204oC karena
pada suhu dan waktu kurang dari itu, maka pembentukan senyawa flavor khas tidak
berlangsung optimal serta penguapan senyawa asam hanya sedikit akibatnya kopi
akan terasa sedikit asam. Sedangkan pada suhu dan waktu lebih dari itu, maka
kehilangan senyawa aroma khas kopi akan besar sehingga aroma kopi berkurang.
Penyangraian yang terlalu lama pada suhu yang juga terlalu tinggi akan
menurunkan kualitas kopi terutama pada kualitas aroma dan warna seduhan karena
bila terlalu lama bisa menyebabkan terbentuknya warna yang hitam dan rasa pahit
serta kehilangan senyawa aroma yang mudah menguap.
Berdasarkan hasil pengamatan
terhadap hasil penyangraian selama 15 menit, 20 menit, dan 25 menit, diketahui
bahwa pada kelompok 1 dan 2 (sangrai 15’) warna berubah dari coklat muda (+1)
menjadi coklat muda (+3). Kelompok 3 (sangrai 20’) warna berubah dari coklat
muda menjadi hitam. Kelompok 4 (sangrai 20’) warna berubah dari coklat muda
(+1) menjadi coklat kehitaman (+2). Kelompok 5 (sangrai 25’) warna berubah dari
coklat muda menjadi coklat tua. Kelompok 6 (sangrai 25’) warna berubah dari
kuning kecoklatan menjadi coklat muda. Penyimpangan terjadi pada hasil sangrai
kopi kelompok 3 (sangrai 20’) yang berwarna hitam seharusnya biji kopi berwarna
coklat tua atau coklat kehitaman. Hal ini bisa disebabkan oleh karena
penggunaan suhu kompor yang terlalu tinggi (api terlalu besar sehingga cepat gosong).
Penyimpangan juga terjadi pada kelompok 6 (sangrai 25’), kopinya berwarna
kuning kecoklatan. Seharusnya kopinya berwarna coklat kehitaman karena lama
waktu penyangraian lebih lama. Hal ini dapat disebabkan karena api kompor untuk
menyangrai terlalu kecil, suhu penyangraian tidak stabil serta penyangraian
kurang merata ataupun karena kesalahan pengamatan yang dilakukan praktikan
terhadap perubahan warna biji kopi hasil sangrai.
2.
Penggilingan(penumbukan)
Penggilingan
merupakan proses pemecahan (penggilingan) butir-butir biji kopi yg telah
direndang/disangrai untuk mendapatkan kopi bubuk yg berukuran maksimal 75 mesh.
Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap
rasa seduhan dan aroma kopi. Semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan
aromanya karena sebagian besar bahan-bahan yang terdapat di dalam kopi bisa
larut dalam air ketika diseduh. Penggilingan oleh industri kecil / pabrik
dilakukan dengan menggunakan mesin giling yang dilengkapi alat pengatur ukuran
partikel kopi sehingga secara otomatis bubuk kopi yang keluar sudah mempunyai
ukuran seperti yang diinginkan tidak perlu disaring lagi. Penggilingan
dilakukan terhadap biji kopi hasil penyangraian untuk mendapatkan kopi bubuk.
Penggilingan menjadi partikel yang halus dapat mengakibatkan hilangnya
substansi volatile karena panas yang timbul dalam proses penggilingan.
Kehilangan aroma pada kopi dapat disebabkan karena menguapnya zat caffeol yang
beraroma khas kopi sehingga aroma khas dari kopi akan menjadi kurang tajam.
3. Pengayakan
Pengayakan
bertujuan untuk memeperoleh kopi bubuk yang halus dan seragam. Pada umunya
dilakukann dengan alat pengayak yang mempunyai ukuran 40 mesh. Ukuran mesh
menunjukkan bahwa setiap 1 inchi2 terdapat sejumlah lubang ayakan.
Ukuran partikel kopi bubuk dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu kasar
(regular grind), sedang (drip grind) dan halus (fine grind). Ukuran
butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa
seduhan dan aroma kopi. Semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan
aromanya karena sebagian besar bahan-bahan yang terdapat di dalam kopi bisa
larut dalam air ketika diseduh (Ciptadi dan Nasution, 1978).
Dalam
kegiatan praktikum kali ini digunakan ayakan berukuran 60 mesh dan 80 mesh.
Ayakan 60 mesh berarti setiap 1 inchi2 terdapat sejumlah 60 lubang
ayakan dan ayakan 80 mesh berarti setiap 1 inchi2 terdapat sejumlah
80 lubang ayakan. Berarti lubang pada ayakan 60 mesh berukuran lebih besar
sehingga memungkinkan jumlah kopi bubuk hasil ayakan adalah lebih banyak dan
bentuknya lebih kasar. Sedangkan kopi bubuk yang diayak dengan ayakan 80 mesh
akan memiliki jumlah hasil ayakan yang lebih sedikit dan teksturnya lebih halus
karena ukuran lubang ayakannya lebih kecil.
Berdasarkan
hasil pengamatan diketahui bahwa hasil pengayakan kopi bubuk (berat akhir kopi
bubuk) dengan berat awal 150 gram, pada kelompok 1 (ayakan 60 mesh+sangrai 15’)
adalah 66.1 gr, pada kelompok 2 (ayakan 80 mesh+sangrai 15’) adalah 94 gr, pada
kelompok 3 (ayakan 60 mesh+sangrai 20’) adalah 82.8 gr , pada kelompok 4
(ayakan 80 mesh+sangrai 20’) adalah 91.2 gr, pada kelompok 5 (ayakan 60
mesh+sangrai 25’) adalah 91.75 gr, pada kelompok (ayakan 80 mesh+sangrai 25’)
adalah 68.5 gr. Hasil pengayakan kopi bubuk (berat akhir kopi bubuk) dengan
ayakan 80 mesh pada kelompok 2 dan 4 memiliki hasil lebih banyak daripada berat
akhir kopi bubuk yang diayak dengan ayakan 60 mesh, seharusnya berat akhir kopi
bubuk yang diayak dengan ayakan 80 mesh lebih sedikit karena ukuran lubang
ayakannya lebih kecil sehingga partikel kopi yang lolos ayakan seharusnya juga
semakin sedikit. Penyimpangan ini dapat disebabkan karena teknik pengayakan
praktikan yang kurang benar (terlalu ditekan-tekan) sehingga banyak partikel
kopi yang lolos secara paksa akibatnya berat akhir menjdai lebih banyak serta
kesalahan pada saat penimbangan yang tidak cermat.
Penggunaan bahan pencampur pada kopi bubuk mempunyai peranan untuk menentukan aroma
dan rasa kopi bubuk yang unik dan khas. Penggunaan bahan pencampur dapat
meningkatkan aroma dan citarasa kopi serta mutu jual maupun kualitas kopi,
namun juga dapat mengurangi tingkat kemurnian kopi bubuk maupun perubahan kadar
komponen senyawa lain yang ada dalam kopi bubuk sehingga penggunaan bahan
pencampur hanya diberikan pada beberapa tingkat konsentrasi tertentu. Bahan
pencampur yang digunakan dalam kegiatan praktikum kali ini adalah susu bubuk
dengan berbagai konsentrasi, mulai 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%.
Pada praktikum kali ini akan
dilakukan uji organoleptik terhadap beberapa panelis tentang aroma, rasa, dan
tingkat kesukaan terhadap kopi bubuk yang ditambah bahan pencampur serta
penentuan kadar air dan kadar sari kopi bubuk.
Uji organoleptik dilakukan
oleh beberapa orang panelis yang tidak terlatih yaitu para praktikan sendiri (diambil
5 orang panelis dari setiap kelompok) sehingga hasilnya nanti masih kurang
begitu akurat dan bersifat subyektif bergantung pada tingkat kesukaan dari para
praktikan penguji karena biasanya akan ada sebagian praktikan yang sangat suka
bahkan sangat tidak suka pada kopi.
Rasa dan aroma kopi bubuk yang
dicampur bahan pencampur ditentukan oleh proses penyangraian, pengayakan,
maupun konsentrasi campuran kopi bubuk. Penyangraian pada suhu dan waktu
optimum serta pengayakan yang semakin halus akan meningkatkan pembentukan aroma
dan flavor kopi yang khas.
Berdasarkan hasil pengujian
organoleptik terhadap aroma, rasa, dan tingkat kesukaan diketahui bahwa
konsentrasi bahan pencampur 25% paling disukai oleh panelis (tingkat
kesukaannya tinggi/sangat disukai), sedangkan yang paling tidak disukai adalah
kopi bubuk dengan konsentrasi bahan pencampur 30%. Sedangkan untuk konsentrasi
lainnya, memiliki tingkat kesukaan medium (tidak terlalu tinggi). Penggunaan
bahan pencampur pada komposisi yang tidak tepat (terlalu banyak) dapat
menyebabkan lemahnya aroma kopi.
Penentuan kadar air dilakukan untuk menentukan jumlah
kandungan air yang terdapat dalam kopi bubuk yang telah dicampur dengan susu
bubuk. Kadar air menyatakan jumlah kandungan air dalam kopi bubuk yang telah dicampur.
Jumlah kadar air kopi bubuk akan semakin kecil seiring dengan peningkatan
jumlah konsentrasi bahan pencampur yang ditambahkan karena perbandingan air
terhadap total padatan dalam kopi bubuk juga akan semakin kecil.
Berdasarkan hasil perhitungan
diketahui bahwa kadar air kopi bubuk yang dicampur susu bubuk 5% adalah 1.645%,
susu bubuk 10% adalah 1.658%, susu bubuk 15% adalah 0.499%, susu bubuk 20%
adalah 8.03%, susu bubuk 25% adalah -1.976%, dan susu bubuk 30% adalah 11.
065%. Penyimpangan terjadi karena kadar air semakin meningkat ketika
konsentrasi bahan pencampur yng ditambahkan semakin banyak serta ada kadar air
yang bernilai negatif pada konsentrasi campuran susu bubuk 25%. Penyimpangan
ini dapat disebabkan karena kesalahan praktikan dalam penimbangan sampel yang
tidak cermat.
Penentuan kadar sari dilakukan untuk menentukan tingkat
kemurnian kopi bubuk (kadar kopi) yang telah dicampur bahan pencampur. Kadar
sari menyatakan jumlah total padatan kopi yang terlarut yang besarnya
dipengaruhi oleh perbandingan antara padatan dan cairan, lamanya waktu kontak,
suhu, serta ukuran partikel kopi bubuk. Jika kadar sarinya besar berarti jumlah
total padatan kopi terlarutnya besar. Dasar penentuan kadar sari dilakukan
dengan melarutkan/mengekstraksi kopi bubuk dalam air panas lalu dihitung
perubahan beratnya setelah dioven. Penggunaan air panas bertujuan untuk
mempercepat proses ekstraksi senyawa pembentuk aroma dalam kopi. Suhu air panas
untuk menyeduh kopi yang optimum adalah sekitar 85oC- 95oC
agar padatan terlarut dapat terekstrak dalam jumlah yang cukup dan mampu
memberikan rasa mantap pada seduhan kopi. Suhu air yang terlalu tinggi dapat
melarutkan senyawa pahit dalam kopi sehingga kopi akan terasa pahit
(Winarno,1993).
Kandungan
kadar sari yang baik untuk kopi bubuk yang telah dicampur dengan bahan
pencampur adalah sekitar 60% sehingga apabila kadar sari kurang dari angka
tersebut, maka kualitas kopi bubuk kurang baik.
Berdasarkan hasil perhitungan
diketahui bahwa kadar sari kopi bubuk yang dicampur susu bubuk 5% adalah 118%,
susu bubuk 10% adalah 68.75%, pada susu bubuk 15% adalah 118.25%, susu bubuk
20% adalah 86.5%, pada susu bubuk 25% adalah -106.5%, dan susu bubuk 30% adalah
-758.75%. Penyimpangan terjadi karena kadar sari pada kopi bubuk yang dicampur
susu bubuk dengan konsentrasi 25% dan 30% bernilai negatif serta pada
konsentrasi campuran susu bubuk 5% dan 15% kadar sarinya bernilai lebih dari
100% seharusnya tidak demikian. Konsentrasi campuran yang menghasilkan kadar
sari cukup tinggi adalah konsentrasi 10% dan 20%. Penyimpangan ini dapat
disebabkan karena kesalahan praktikan dalam penimbangan sampel yang tidak
cermat.