Selasa, 10 Oktober 2017

PENGUJIAN MIKROORGANISME PADA TELUR



UJI MIKROORGANISME PADA TELUR

Abstrak
Makanan berfungsi sebagai sumber energi, untuk pertumbuhan, perbaikan jaringan tubuh yang rusak dan masih banyak lagi. Komponen utama penyusun makanan adalah karbohidrat, lemak dan protein. Salah satu jenis makanan yang mengandung protein adalah telur. Telur selain memiliki kandungan protein yang tinggi, telur juga memiliki rasa yang enak dan mudah diolah. Namun, umumnya telur yang diperjualbelikan dalam keadaan terdapat kototan, dimana kotoran yang melengket ini kadang membuat telur menjadi busuk bahkan berbahaya untuk dikonsumsi. Hal tersebut dikarenakan adanya kontaminan-kontaminan yang masuk kedalam telur.Mikroba kontaminan telur yang paling umum ialah Salmonella. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi jenis mikroorganisme pada telur dan menghitung jumlah mikoorganisme pada telur. Metode yang digunakan ialah dengan melakukan pengenceran bertingkat dan di inokulasi menggunakan metode pour plate pada media PCA dan NA.
Kata kunci :  protein, salmonella, telur


I.   PENDAHULUAN
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, karena mengandung berbagai senyawa yang diperlukan oleh tubuh.  Makanan berfungsi sebagai sumber energy, untuk pertumbuhan, perbaikan jaringan tubuh yang rusak dan masih banyak lagi. Komponen utama penyusun makanan adalah karbohidrat, lemak dan protein. Salah satu jenis makanan yang mengandung protein adalah telur.
Telur merupakan salah satu jenis makanan yang praktis, karena tidak sulit pengolahannya dan sangat mudah didapat. Hampir semua tempat memiliki telur. Beberapa jenis telur yang terkenal ialah telur ayam ras, telur bebek, telur puyuh, dan telur ayam kampong. Telur yang paling banyak dikonsumsi di masyarakat adalah telur ayam ras, tapi telur bebek, telur puyuh dan telur ayam pun di konsumsi  masyarakat. 
Telur selain memiliki kandungan protein yang tinggi, telur juga memiliki rasa yang enak dan mudah diolah. Namun, umumnya telur yang diperjualbelikan dalam keadaan terdapat kotoan, dimana kotoran yang melengket ini kadang membuat telur menjadi busuk bahkan berbahaya untuk dikonsumsi. Telur busuk yang telah lama patut dicurigai memiiki bakteri jahat. Bakteri kontaminan telur antara lain Salmonella, Psuedumonas, Aeromonas, Enterobacter, dan masih banyak lagi.
Berdasarkan hal tersebut praktikum ini dilakukan sebagai bahan pembelajaran mengenai mikoorganisme pada telur dan juga kontaminannya, mengidentifikasi jenis mikroorganisme pada telur, dan menghitung jumlah mikoorganisme pada telur ,


II.  METODOLOGI PRATIKUM
II.1 Waktu dan Tempat
Pratikum Aplikasi Mikrobiologi dan Keamanan Pangan  dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 19 September 2017 pukul 08.00 – 11.00 WITA di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi  Pangan, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
II.2 Alat dan Bahan
Alat -  alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cawan petri, , laminar air flow, ose bulat, tabung reaksi, bunsen, gegep, kaca preparat, pipet tetes, pipet volum 1 ml, bulb, rak tabung, vortex, microwave, autoclave. dan incubator.
Bahan - bahan yang digunakan dalam pratikum ini yaitu telur ayam, telur ayam supermarket, telur ayam waung, telur bebek pasar, telur bebek supermarket, NaCl, larutan safranin, larutan lugol, larutan kristal ungu, alkohol 96%,  media NA, media PCA, sabun, tisu, aquades, aluminium foil, label, kertas bekas, kapas dan wadah.
II.3  Prosedur Kerja
II.3.1 Sterilisasi
II.3.1.1 Sterilisasi Kimia
           Meja laboratorium dibersihkan terlebih dahulu dengan tisu kemudian disemprotkan dengan alkohol 70% dan dibersihkan kembali dengan menggunakan kain kasar. Setelah itu alat - alat kaca dibersihkan dengan sabun kemudian dikeringkan dengan tissu roll. Selanjutnya tabung reaksi, hockey stick, wadah digosok menggunakan kapas yang telah ditambahkan dengan alkohol 96%%. Alat yang sudah disterilkan siap digunakan.
II.3.1.2  Sterilisasi Fisik
            Alat-alat gelas yang disterilisasi fisik disiapkan, yaitu cawan petri dan pipet volume. Setelah itu setiap alat gelas di bungkus dengan kertas putih. Kemudian dimasukkan kedalam autoclave dengan tekanan 1 atm, suhu 121oC selama 15 menit.

II.3.2 Pembuatan Media
II.3.2.1 Pembuatan Media PCA
Media Plate Count Agar (PCA) ditimbang sebanyak 11.25 g. Selanjutnya media dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan aquades sebanyak 333 ml. Kemudian dihomogenkan dengan menggunakan microwave. Media yang telah dihomogenkan, kemudian ditutup dengan menggunakan kapas steril dan dibungkus dengan aluminium foil, serta diberi label. Setelah itu, media dimasukkan kedalam autoclave.
II.3.2.2 Pembuatan Media NA
 Media NA (Nutrient Agar) ditimbang sebanyak 10 g. Selanjutnya media dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan aquades sebanyak 500 ml. Kemudian dihomogenkan dengan menggunakan microwave. Media yang telah dihomogenkan, kemudian ditutup dengan menggunakan kapas steril dan dibungkus dengan aluminium foil, serta diberi label. Setelah itu, media dimasukkan kedalam autoclave.
II.3.3 Pembuatan Larutan Fisiologis
NaCl ditimbang sebanyak 8,5 gram dan dilarutkan dalam 1000 ml aquades kemudian dihomogenkan dan disterilisasi pada autoclave. Setelah disterilisasi, larutan fisiologis siap digunakan.
II.3.4 Pengenceran Bertingkat
Larutan fisiologis yang telah jadi dipipet sebanyak 9,9 ml ke enam tabung reaksi. Tiga tabung reaksi untuk kuning telur, dan tiga tabung reaksi untuk putih telur.Kuning telur dan putih telur dipisahkan. Proses pengenceran dilakukan pada Laminar Air Flow. Pertama kuning telur dipipet sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi larutan fisiologis yaitu tabung reaksi pertama10-1, kemudian pada tabung kedua 10-3 dan tabung ketiga 10-5, putih telur juga diberikan perlakuan yang sama.
II.3.5 Inokulasi Teknik Spread Plate  
Media PCA dan NA disiapkan. Media PCA dan NA dituang sebanyak 1/5 dari volume cawan petri. Kemudian,  suspensi kuning telur dan putih telur dipipet sebanyak 1 ml ke media PCA dan NA. Setelah itu diratakan dengan hockey stick, dan inkubasi.
II.3.6 Pewarnaan Gram
        Disiapkan mikroba biakan yang ingin diidentifikasi pewarnaan gram, kemudian ose bulat dan kaca preparat disterilisasi menggunakan bunsen. Setelahnya kaca preparat ditetesi sedikit aquades dan diambil sedikit mikroba biakan  menggunakan ose bulat dan  dioleskan ke atas kaca preparat tadi. Beriktunya, kaca preaparat berisi biakan difiksasi pada bunsen, kemudian ditetesi larutan pertama yaitu kristal violet, dibiarkan beberapa saat setelah itu dibilas dengan air, selanjutnya difiksasi dan ditetesi lugol dan dibiarkan beberapa saat dan dibilas lagi dengan air, setelah itu difiksasi dan ditetesi alkohol 96%   dibiarkan selama 30 detik lalu dibilas dengan air. Terakhir difiksasi dan di tetesi larutan safranin dan dibiarkan  beberapa saat dan dibilas lagi dengan air. Setelah itu, diamati pada mikroskop dengan pembesaran 100 kali.
II.3.7 Perhitungan Mikroba
        Cawan petri berisi biakan dibuat  garis horizontal vertikal menggunakan spidol, yang membagi cawan petri menjadi 4 sisi. Setelahnya, dihitung jumlah mikroba yang ada pada setiap sisinya dengan kisaran 30-300 koloni. Selanjutnya hasil perhitungan mikroba dimasukkan kedalam rumus untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam satu ml.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Hasil
        Adapun hasil praktikum yang diperoleh yaitu sebagai berikut.
Tabel 02. Hasil Pengamatan Inokulasi Telur Bebek Supermarket
2 Pembahasan
III.2.1 Telur
        Telur merupakan salah satu sumber proten yang berasal dari hewan. Telur mempunyai tiga bagian utama, yaitu kulit telur (8–11 %), putih telur atau albumen (56– 61 %) dan kuning telur atau yolk (27–32 %). Protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap. Protein pada putih telur berupa albumin dan pada kuning telur ovovitelin dan juga terdapat kolesterol. Hal inis sesuai dengan Nurhamdayani (2016) protein telur mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh untuk hidup sehat.

III.2.1.1 Putih Telur
        Putih telur terdapat diantara kulit telur dan kuning telur. Putih telur sepenuhnya protein dan air.  Putih telur juga disebut dengan albumin telur. Albumen mengandung lebih dari 50% protein telur, serta mengandung niacin, riboflavin, klorin, magnesium, kalium, sodium dan sulpur. Pada albumen mengandung lima jenis protein yaitu ovalbumin, ovomukoid, ovomucin, ovokonalbumin, dan ovoglobulin. Putih telur mengandung protein yang tinggi. Protein putih telur terususun dari ovalabumin sebanyak 54%. Hal ini sesuai dengan pendapat Triawati (2013) yaitu putih telur ayam mempunyai kandungan protein yang tinggi. Protein yang terkandung dalam putih telur meliputi ovomucin, globulin, ovomukoid dan ovalbumin.

III.2.1.2 Kuning Telur
        Kuning telur merupakan makanan dan sumber lemak bagi perkembangan embrio. Komposisi kuning telur adalah air 50%, lemak 32%-36%, protein 16% dan glukosa 1%-2%. Asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat. Kuning telur terdiri dari dua macam jenis protein yaitu ovovitelin dan ovolitelin. Ovovitelin adalah senyawa 8 protein yang mengandung fosfor (P), sedangkan ovolitelin sedikit mengandung fosfor tapi banyak mengandung belerang. Hal ini sesuai dengan  Nurhamdayani (2016) yang menyatakan protein pada kuning telur terdiri dari dua macam, yaitu ovovitelin dan ovolitelin dengan perbandingan 4:1.

III.2.3 Larutan Fisiologis
        Larutan fisiologis adalah larutan yang digunakan untuk mengencerkan suatu zat. Larutan ini digunakan pada pengenceran bertingkat Natrium klorida (NaCl) yang dikenal sebagai garam adalah zat yang memiliki tingkat osmotik tinggi. Pada percobaan ini larutan fisiologis yang digunakan adalah NaCl 8,5 gram yang dihomogenkan dengan 1000 ml aquades. Larutan fisiologis berfungsi untuk menyeimbangkan keadaan osmotik didalam sel mikroba. Hal ini sesuai dengan pendapat Sundaryono (2011) bahwa NaCl 0,85% merupakan  garam fisiologis dimana garam fisiologis merupakan larutan fisiologis yang digunakan untuk mengencerkan.

III.2.4 Pengenceran Bertingkat
             Pengenceran bertingkat adalah pengenceran yang dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroba dalam suatu larutan tersuspensi. Fungsi pengenceran bertingkat adalah untuk memudahkan proses menghitung jumlah mikroba dalam suatu kultur. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan larutan fisiologis yaitu NaCl yang dihomogenkan dengan aquades. Prinsipmya yaitu menurunkan jumlah mikroorganisme sehingga pada suatu hanya ditemukan satu sel didalam cawan petri. Pengenceran dilakukan dengan pemipet sebanyak 0,1 ml spesimen dan dilarutkan dalam 9,9 larutan fisiologis, kemudian dipipet lagi 0,1 ml dari sebelumnya dan dilarutkan dalam 9,9 ml larutan fisiolgis. Tahap ini diulang seperlunya dalam upaya identifikasi mikroba yang baik. Semakin tinggi tingkay pengenceran  semakin sedikit mikoorganisme yang teramati, spesimen mikroba yang terdapat pada larutan suspensi berkurang seiring dilakukannya pengenceran sehingga mikroba yang terkandung didalamnya semakin sedikit yang teramati.  Hal ini sesuai dengan Nurhayati (2015) yang mengatakan bahwa tujuan dari pengenceran bertingkat ialah memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan.

III.2.5 Mikrooganisme pada Telur
            Mikroorganisme yang terdapat pada telur dapat berasal saat telur belum dikeluarkan dari tubuh ayam dans setelah dikeluarkan dari tubuh ayam. Mikroba dapat masuk kedalam telur melalui pori-pori kulit telur baik melalui air, udara, maupun kotoran. Mikroba yang umumnya terdapat pada telur Salmonella, Pseudomonas, Aloaligens dan Escheria. Salmonella merupakan bakteri yang paling sering dijumpai pada telur, bakteri ini menimbulkan bau busuk dan bintik-bintik berwarna pad kulit telur. Selain itu bakteri ini mengandung endoktoksin yang merupakan penyebab terjadinya demam pada penderita salmonellosis dan tifus. Bakteri Pseudomonas menyebabkan kerusakan isi telur yang encer, kadang dijumpai warna hijau, putih telur menghitam, telur berbau busuk serta rasa agak masam sedangkan bakteri Aloaligens dan Escheria menimbulkan kerusakan telur busuk, isi telur berwarna coklat kehijauan, encer dan cair serta kuning telur  menghitam. Selain itu, ada beberapa mikroba pembusuk telur yaitu Alcaligenes, Achromobacter, Serratia, Cloaca, Hafina, Citrobacter, Proteus, dan Aeromonas. Hal ini sesuai dengan Winarno dan Koswara (2002) bahwa kerusakan pada telur dapat digolongkan menjadi 5 (lima) macam tipe yakni green rot (disebabkan oleh bakteri Pseudomonas fluoresceus),  colourless rot (disebabkan oleh bakteri Pseudomonas, Achromobacter), black rot (disebabkan oleh bakteri Proteus, Pseudomonas, Aeromonas), pink rot (disebabkan oleh bakteri Pseudomonas) dan red rot (disebabkan oleh bakteri Serratia).

III.2.6  Media PCA dan NA
        Pengujian mikrooganisme pada telur menggunakan media sintetik, yaitu media PCA dan NA.  Media plate count agar atau PCA dan nutrient agar atau NA. Media PCA atau yang biasa disebut Standard Method Agar merupakan media umum yang digunakan untuk menghitung jumlah bakteri total (semua jenis bakteri) pada setiap sampel misalnya makanan, limbah, maupun media praktikum. Komposisi umum PCA yaitu 0,5% trypton, 0,25% ekstrak ragi, 0,1% glukosa, 1,5% agar-agar. Plate Count Agar (PCA) mengandung glukosa dan ekstrak ragi yang mendukung pertumbuhan semua jenis bakteri yang dicurigai berada pada telur.  Media NA merupakan media umum yang digunakan untuk pertumbuhan mikrooganisem seperti pada produk harian, kotoran, air dan sebagainya. Media NA ialah media sederhana yang terbuat dari ekstrak daging sapi, pepton dan agar.  Komposisi media NA merupakan sumber nitrogen, protein, vitamin, dan karbohidrat yang juga mendukung pertumbuhan mikrooganisme.  Hal ini sesuai dengan Setyawati (2016) bahwa media sintetik yaitu media yang susunan kimianya diketahui dengan pasti, medium ini biasanya digunakan untuk mempelajari kebutuhan makanan mikroba. Contohnya yaitu media potato dextrose agar, plate count agar, nutrient agar,
dan MRS.

III.2.7 Total Plate Count  (TPC)
        Penghitungan dengan metode TPC merupakan perhitungan secara langsung. Prinsipnya yaitu dengan menganggap satu koloni sebagai koloni, satu koloni yang bertumpuk dan menyambug dihitung satu koloni, dan dua koloni yang masih dapat dibedakan dihitung sebagai dua koloni. Kekurangan yang dimiliki yaitu hasil perhitungan tidak akurat karena adanya mikrooganisme yang menumpuk dan menyambung ataupun berdekatan dan membentuk satu koloni. Kelebihan metode ini yaiu dapat menghitung semua mikroba yang didalamnya dan mikroba yang masih hidup, dapat juga dijadikan sebagai isolasi dan identifikasi mikroba. Penghitungan mikroba dapat dihitung dengan rumus jumlah koloni merupakan hasil perhitungan pada setiap cawan petri. Hal ini sesuai dengan pendapat Anugrahini (2015) yang menyatakan bila sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung.

III.2.8 Hasil Pengamatan
        Hasil pengamatan dari praktikum uji mikroorganisme telur, pada pengamatan hari pertama untuk putih telur media NA dan PCA teramati mikroba yang tidak terlihat jelas namun sudah menumpuk/ padat dan media mulai membening, pada hari kedua dan ketiga terlihat perubahan pada  koloni yang nampak jelas, menumpuk  berwarna putih, dan menyebar untuk kedua media. Tidak terdapat karakteristik yang jelas pada pertumbuhan mikroba putih telur ini.  Pengamatan hari pertama kuning telur media NA dan PCA karakterstik  mikroba berkoloni tapi tidak teratur, bentuk bulat-bulat besar yang banyak, berwarna putih, pada hari ke-3 perubahan yang terjadi mikroba nampak jelas koloni yang bulat-bulat besar, tidak padat namun banyak tidak bisa membedakan menghitung 1 bentuk soliter adalah satu koloni. Pengamatan hari ke-6 mikroba sudah nampak jelas, sangat banyak, media PCA mikrobanya sangat padat pada satu sisi dan sisi lain tidak dan media NA berbulat-bulat besar tidak beraturan. Identifikasi secara pengamatan visual jenis mikroba telur pada kedua media ini sangat sulit karena tidak jelasnya bentuk dan ciri-cirinya tidak terlihat.  Hasil pengamatan yang dilakukan diduga mikroba yang tumbuh adalah jenis khamir atau kapang. Penggunaan media NA dan PCA juga mendukung pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir.  Hal ini sesuai dengan pendapat salah satu media agar yang cocok dan mendukung pertumbuhan jamur adalah PDA (Potato Dextrose Agar) yang memilki pH yang rendah (pH 4,5 sampai 5,6) dan media yang Aini (2015) digunakan secara umum artinya media ini dapat ditumbuhi oleh berbagai jenis mikroorganisme baik bakteri maupun jamur misalnya NA

III.2.9 Hasil Enumerasi
        Enumerasi mikroba merupakan teknik penghitungan jumlah mikroba dalam suatu media tanpa mengidentifikasi jenis mikrobanya untuk menentukan jumlah sel dari suatu kultur secara kuantitatif. Hasil enumerasi pada sampel mikroba telur bebek pada media PCA dan NA diperoleh hasil TBUD (terlalu banyak untuk dihitung) dimana mikroba yang tumbuh pada kedua media ini terlihat padat dan sangat menumpuk sehingga sulit untuk mengidentifikasi suatu koloni didalamnya. Pada dasarnya perhitungan dengan metode TPC ini memiliki range antara 30-300 koloni setelah dibagi dari 4 kuadran, namun apabila mikroba melebihi 300 atau terlihat padat menumpuk akan sulit menghitungnya maka untuk memudahkan digunakan batasan TBUD. Hal yang menyebabkan pertumbuhan mikroba padat dan menumpuk ialah tingkat pengenceran yang rendah yaitu 10-5. Semakin rendah tingkat pengenceran maka semakin banyak mikroba yang tersuspensi, oleh karena itu pada pertumbuham dimedia akan terliha menumpuk. Hal ini sesuai dengan Nurhayati (2015) bahwa tujuan pengenceran yaitu untuk memperkecil atau mengurangi kepadatan bakteri yang ditanam sehingga membantu untuk mempermudah perhitungan jumlah mikroorganisme.

III.2.10 Pewarnaan Gram
        Pewarnaan gram atau disebut juga pengecetan bakteri  adalah suatu pewarnaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri jenis gram, yaitu gram positif dan gram negatif dengan menggunakan lebih dari satu macam zat warna. Pewarnaan gram bertujuan untuk mengetahui dan membedakan jenis bakteri gram positif dan negatif, karena pada bakteri memiliki ukuran rata-rata 0.5-1 mikron sehingga terkadang tidak telihat jelas dan sukar diamati bagian-bagiannya di mikroskop. Prinsip kerja dari pewarnaan gram yaitu menggunakan lebih dari satu macam zat pewarna yaitu yang digunakan pada praktikum ini  adalah larutan Kristal violet, lugol, alkohol dan safranin yang ditetesi pada kaca preparat biakan. Hal ini sesuai dengan Koes Irianto (2007) yang mengatakan bahwa pewarnaan gram adalah suatu pewarnaan diferensial yang mengelompokkan bakteri menjadi gram positif dan gram negatif bergantung kepada kemampuan bakteri yang bersangkutan untuk menahan pewarna primer (ungu kristal) ketika mengalami perlakuan dengan bahan pengecat.

III.2.11 Fungsi Larutan Pewarna
III.2.11.1 Larutan Kristal Violet
             Larutan pewarna kristal violet merupakan larutan zat warna karbol gentinviolet yang berfungsi sebagai pewarna utama untuk menentukan jenis bakteri yang diinginkan. Pada teori tentang pewarnaan gram, bakteri gram positif akab berwarna ungu dan bakteri gram negative akan berwarna merah/ orange. Larutan kristal violet akan terperangkap didalam sel bakteri Gram positif dikarenakan dinding selnya tebal sedangkan pada bakteri gram negatif tidak terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyuningsih (2008) yang mengatakan bahwa larutan kristal violet merupakan pewarna primer yang memberikan warna pada mikrooganisme target.
III.2.11.2 Larutan Lugol
        Larutan lugol atau iodin adalah pewarna mordan yang berfungsi untuk memperkuat warna primer. Larutan ini berwarna coklat tua yang diteteskan setelah pemberian larutan kristal violet. Larutan ini bekerja sebagai penstabil yang menyebabkan larutan pertama membentuk kristal violet yang besar dalam dinding sel mikroba. Hal ini sesuai dengan Rahmat (2012) yang mengatakan bahwa pemberian larutan mordan dimaksudkan untuk meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri menjadi lebih kuat.
III.2.11.3 Larutan Alkohol
        Alkohol/aseton adalah larutan pelarut organik dan dalam pewarnaan gram digunakan untuk menghilangkan zat pewarna utama, agar konsentrasinya tidak terlalu tinggi dan tidak mempengaruhi pewarnaan selanjutnya. Alkohol juga digunakan sebagai desinfektan pada laboratorium. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rina (2013) bahwa alkohol atau aseton merupakan solven organic yang berfungsi untuk melunturkan zat warna utama.
III.2.11.4 Larutan Safranin
        Safranin merupakan zat pewarna sekunder yang digunakan untuk memberikan warna pada jenis mikroba lain dan memberikan warna setelah beberapa proses pencucian yang dilakukan. Safranin adalah larutan yang terakhir digunakan pada proses pewarnaan gram. Fungsi larutan safranin sebagai zat warna pembeda terhadap larutan kristal violet, dimana pada bakteri gram negative warnanya akan berwarna merah. Hal ini sesuai dengan Rahmat (2012) yang menyatakan fungsi zat warna safranin hanyalah sebagai pembeda terhadap zat warna kristal violet dan untuk mewarnai kembali sel-sel yang elah kehilangan pewarna utama setelah dilakukan pencucian dengan alkohol.

III.2.12 Identifikasi Mikroba
            Hasil identifikasi mikroba telur menggunakan metode pewarnaan gram pada media NA untuk putih telur dan kuning telur. Pada putih telur setelah dilakukan pewarnaan gram warna mikroba pada pengamatan mikroskop berwarna biru yang menunjukkan bahwa mikroba merupakan bakteri gram positif. Hal ini terjadi karena dinding sel bakteri gram positif tebal dan sempit sehingga pada saat pencucian dengan alkohol larutan kristal ungu tidak mudah hilang dan menempel didinding selnya. Sedangkan kuning telur setelah pewarnaan gram pengamatan pada mikroskop berwarna merah yang menunjukkan bakteri gram negatif. Hal ini disebabkan dinding sel bakteri gram negatif yang lebih besar sehingga mudah untuk mentralisir larutan kristal violet. Hal ini sesuai dengan pendapat Fariani (2010) bahwa dalam pewarnaan gram sel-sel yang tidak dapat melepaskan warna akantetap berwarna Kristal violet yaitu biru-ungu disebut bakteri gram positif, sedangkan sel-sel yang dapat melepaskan kristal violet dan  mengikat safranin sehingga berwarna kemerahan disebut bakteri gram negatif.

IV.              PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
        Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah :
1.         Pengidentifikasian mikroorganisme pada telur menggunakan metode pewarnaan gram, menunjukkan putih telur berwarna biru yang menunjukkan bakteri gram positif dan kuning telur berwarna merah menunjukkan bakteri gram negatif.
2.         Jumlah mikroorganisme pada telur bebek yang diperoleh adalah TBUD (terlalu banyak untuk dihitung) karena mikroba yang tumbuh sangat padat dan menumpuk mengakibatkan tidak bisa mengidentifikasi satu koloni yang bersambung adalah satu koloni.

IV.2 Saran
        Saran untuk praktikum uji mikrooganisme pada telur sebaiknya melakukan pengenceran yang lebih tinggi lagi agar pertumbuhan mikrobanya tidak terlalu padat sehingga dapat dihitung sesuai dengan tujuan praktikum penghitungan mikroba. Agar praktikan dapat memahami betul bagaimana perhitungan mikroba dan cara menghitungnya.

DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, 2015. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Indralaya. Universitas Sriwijaya.
Setyawati, Agustina. 2016.  Panduan Mikrobiologi. Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma
Triawati, Novia Wahyuana., Thohari, Imam., Rosyidi, Djalal. 2013. Evaluation Of Pasteurized Chicken Egg On Albumen Foam, Stability Foam and Coagulation and Volume Of Sponge Cake. Malang. Universitas Brawijaya.
Anugrahini Endah, Ayu. 2015. Mengenal Analisa Total Plate Count. Surabaya: BBPPTP.
Sundaryono A. 2011. Uji Aktivitas Senyawa Flavonoid Total dari Gynura segetum (Lour) terhadap Peningkatan Eritrosit dan Penurunan Leukosit pada Mencit (Mus musculus). J Exacta. 9(2):8-16.
Nurhamdayani. 2016. Aktivitas Antioksidan, Total Protein dan Protein Terlarut Telur Konsumsi pada Suhu dan Waktu Pemanasan yang Berbeda. Makassar. Universitas Hasanuddin
Koes. Irianto. 2007. Mikrobiologi; Menguak Dunia Mikroorganisme. YRAMA WIDYA : Bandung
Winarno, F.G. dan Koswara, Sutrisno. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio pres : Bogor
Fariani, A. 2010. http://eprints.unsri.ac.
id/5447/8/8.pdf
. Diakses kamis 28 Septmber 2017 pukul 8.19 WITA, Makassar
Wahyuningsih. 2008. Pengecatan Gram. Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman.
Rahmat, H. 2012. Identifikasi Streptopcoccus equi dari Kuda yang Diduga Menderita Strangles. Jurnal Ilmiah Pertanian Indonesia.
Rina, Lestari. 2013. Pewarnaan Sederhana Negaif Kapsul dan Gram. Sekolah
 Tinggi Ilmu Kesehatan : Yogyakarta.
Aini, Nurul .2015. Media Alternatif Untuk Pertumbuhan Jamur Menggunakan Sumber Karbohidrat yang Berbeda. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta