UJI
MIKROORGANISME PADA TELUR
Abstrak
Makanan
berfungsi sebagai sumber energi, untuk pertumbuhan, perbaikan jaringan tubuh
yang rusak dan masih banyak lagi. Komponen utama penyusun makanan adalah
karbohidrat, lemak dan protein. Salah satu jenis makanan yang mengandung
protein adalah telur. Telur selain memiliki kandungan protein yang tinggi,
telur juga memiliki rasa yang enak dan mudah diolah. Namun, umumnya telur yang
diperjualbelikan dalam keadaan terdapat kototan, dimana kotoran yang melengket
ini kadang membuat telur menjadi busuk bahkan berbahaya untuk dikonsumsi. Hal
tersebut dikarenakan adanya kontaminan-kontaminan yang masuk kedalam
telur.Mikroba kontaminan telur yang paling umum ialah Salmonella. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi
jenis mikroorganisme pada telur dan menghitung jumlah mikoorganisme pada telur.
Metode yang digunakan ialah dengan melakukan pengenceran bertingkat dan di
inokulasi menggunakan metode pour plate
pada media PCA dan NA.
Kata kunci
: protein,
salmonella, telur
I. PENDAHULUAN
Makanan merupakan kebutuhan pokok
manusia, karena mengandung berbagai senyawa yang diperlukan oleh tubuh. Makanan berfungsi sebagai sumber energy,
untuk pertumbuhan, perbaikan jaringan tubuh yang rusak dan masih banyak lagi.
Komponen utama penyusun makanan adalah karbohidrat, lemak dan protein. Salah
satu jenis makanan yang mengandung protein adalah telur.
Telur merupakan salah satu jenis makanan
yang praktis, karena tidak sulit pengolahannya dan sangat mudah didapat. Hampir
semua tempat memiliki telur. Beberapa jenis telur yang terkenal ialah telur
ayam ras, telur bebek, telur puyuh, dan telur ayam kampong. Telur yang paling
banyak dikonsumsi di masyarakat adalah telur ayam ras, tapi telur bebek, telur
puyuh dan telur ayam pun di konsumsi
masyarakat.
Telur selain memiliki kandungan protein
yang tinggi, telur juga memiliki rasa yang enak dan mudah diolah. Namun,
umumnya telur yang diperjualbelikan dalam keadaan terdapat kotoan, dimana
kotoran yang melengket ini kadang membuat telur menjadi busuk bahkan berbahaya
untuk dikonsumsi. Telur busuk yang telah lama patut dicurigai memiiki bakteri
jahat. Bakteri kontaminan telur antara lain Salmonella,
Psuedumonas, Aeromonas, Enterobacter, dan
masih banyak lagi.
Berdasarkan
hal tersebut praktikum ini dilakukan sebagai bahan pembelajaran mengenai
mikoorganisme pada telur dan juga kontaminannya, mengidentifikasi jenis
mikroorganisme pada telur, dan menghitung jumlah mikoorganisme pada telur ,
II. METODOLOGI PRATIKUM
II.1 Waktu dan Tempat
Pratikum
Aplikasi Mikrobiologi dan Keamanan Pangan
dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 19 September 2017 pukul 08.00 –
11.00 WITA di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan, Program Studi
Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
II.2 Alat dan Bahan
Alat - alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu
cawan petri, , laminar air flow, ose
bulat, tabung reaksi, bunsen, gegep, kaca preparat, pipet tetes, pipet volum 1
ml, bulb, rak tabung, vortex, microwave, autoclave. dan incubator.
Bahan - bahan
yang digunakan dalam pratikum ini yaitu telur ayam, telur ayam supermarket,
telur ayam waung, telur bebek pasar, telur bebek supermarket, NaCl, larutan
safranin, larutan lugol, larutan kristal ungu, alkohol 96%, media NA, media PCA, sabun, tisu, aquades,
aluminium foil, label, kertas bekas, kapas dan wadah.
II.3 Prosedur
Kerja
II.3.1 Sterilisasi
II.3.1.1
Sterilisasi Kimia
Meja laboratorium dibersihkan
terlebih dahulu dengan tisu kemudian disemprotkan dengan alkohol 70% dan dibersihkan
kembali dengan menggunakan kain kasar. Setelah itu alat - alat kaca dibersihkan
dengan sabun kemudian dikeringkan dengan tissu roll. Selanjutnya tabung reaksi,
hockey stick, wadah digosok
menggunakan kapas yang telah ditambahkan dengan alkohol 96%%. Alat yang sudah
disterilkan siap digunakan.
II.3.1.2 Sterilisasi Fisik
Alat-alat gelas yang disterilisasi
fisik disiapkan, yaitu cawan petri dan pipet volume. Setelah itu setiap alat
gelas di bungkus dengan kertas putih. Kemudian dimasukkan kedalam autoclave dengan tekanan 1 atm, suhu 121oC
selama 15 menit.
II.3.2 Pembuatan Media
II.3.2.1 Pembuatan
Media PCA
Media
Plate Count Agar (PCA) ditimbang
sebanyak 11.25 g. Selanjutnya media dimasukkan kedalam erlenmeyer dan
ditambahkan aquades sebanyak 333 ml. Kemudian dihomogenkan dengan menggunakan microwave. Media yang telah
dihomogenkan, kemudian ditutup dengan menggunakan kapas steril dan dibungkus
dengan aluminium foil, serta diberi label. Setelah itu, media dimasukkan
kedalam autoclave.
II.3.2.2 Pembuatan
Media NA
Media
NA (Nutrient Agar) ditimbang sebanyak
10 g. Selanjutnya media dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan aquades
sebanyak 500 ml. Kemudian dihomogenkan dengan menggunakan microwave. Media yang telah dihomogenkan, kemudian ditutup dengan menggunakan
kapas steril dan dibungkus dengan aluminium foil, serta diberi label. Setelah
itu, media dimasukkan kedalam autoclave.
II.3.3
Pembuatan Larutan Fisiologis
NaCl ditimbang
sebanyak 8,5 gram dan dilarutkan dalam 1000 ml aquades kemudian dihomogenkan
dan disterilisasi pada autoclave. Setelah
disterilisasi, larutan fisiologis siap digunakan.
II.3.4 Pengenceran
Bertingkat
Larutan fisiologis yang telah jadi dipipet sebanyak
9,9 ml ke enam tabung reaksi. Tiga tabung reaksi untuk kuning telur, dan tiga
tabung reaksi untuk putih telur.Kuning telur dan putih telur dipisahkan. Proses
pengenceran dilakukan pada Laminar Air
Flow. Pertama kuning telur dipipet sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan kedalam tabung
reaksi yang berisi larutan fisiologis yaitu tabung reaksi pertama10-1, kemudian
pada tabung kedua 10-3 dan tabung ketiga 10-5, putih
telur juga diberikan perlakuan yang sama.
II.3.5 Inokulasi
Teknik Spread Plate
Media PCA dan NA disiapkan. Media PCA dan NA dituang
sebanyak 1/5 dari volume cawan petri. Kemudian,
suspensi kuning telur dan putih telur dipipet sebanyak 1 ml ke media PCA
dan NA. Setelah itu diratakan dengan hockey
stick, dan inkubasi.
II.3.6 Pewarnaan
Gram
Disiapkan mikroba biakan yang ingin
diidentifikasi pewarnaan gram, kemudian ose bulat dan kaca preparat
disterilisasi menggunakan bunsen. Setelahnya kaca preparat ditetesi sedikit
aquades dan diambil sedikit mikroba biakan
menggunakan ose bulat dan
dioleskan ke atas kaca preparat tadi. Beriktunya, kaca preaparat berisi
biakan difiksasi pada bunsen, kemudian ditetesi larutan pertama yaitu kristal
violet, dibiarkan beberapa saat setelah itu dibilas dengan air, selanjutnya
difiksasi dan ditetesi lugol dan dibiarkan beberapa saat dan dibilas lagi
dengan air, setelah itu difiksasi dan ditetesi alkohol 96% dibiarkan selama 30 detik lalu dibilas dengan
air. Terakhir difiksasi dan di tetesi larutan safranin dan dibiarkan beberapa saat dan dibilas lagi dengan air.
Setelah itu, diamati pada mikroskop dengan pembesaran 100 kali.
II.3.7 Perhitungan
Mikroba
Cawan petri berisi biakan dibuat garis horizontal vertikal menggunakan spidol,
yang membagi cawan petri menjadi 4 sisi. Setelahnya, dihitung jumlah mikroba
yang ada pada setiap sisinya dengan kisaran 30-300 koloni. Selanjutnya hasil
perhitungan mikroba dimasukkan kedalam rumus untuk memperoleh jumlah
mikroorganisme yang terdapat dalam satu ml.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1
Hasil
Adapun hasil praktikum
yang diperoleh yaitu sebagai berikut.
Tabel 02. Hasil
Pengamatan Inokulasi Telur Bebek Supermarket
2
Pembahasan
III.2.1
Telur
Telur merupakan salah satu sumber proten
yang berasal dari hewan. Telur mempunyai tiga bagian utama, yaitu kulit telur
(8–11 %), putih telur atau albumen (56– 61 %) dan kuning telur atau yolk (27–32
%). Protein
telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial
yang lengkap. Protein pada putih telur berupa albumin dan pada kuning telur
ovovitelin dan juga terdapat kolesterol. Hal inis sesuai dengan Nurhamdayani
(2016)
protein telur mengandung semua asam amino esensial
yang dibutuhkan tubuh untuk hidup sehat.
III.2.1.1
Putih Telur
Putih telur terdapat diantara kulit
telur dan kuning telur. Putih telur sepenuhnya protein dan air. Putih telur juga disebut dengan albumin telur.
Albumen mengandung lebih dari 50% protein telur,
serta mengandung niacin, riboflavin, klorin, magnesium, kalium, sodium dan sulpur. Pada
albumen mengandung lima jenis protein yaitu ovalbumin, ovomukoid, ovomucin,
ovokonalbumin, dan ovoglobulin. Putih telur mengandung protein yang tinggi.
Protein putih telur terususun dari ovalabumin sebanyak 54%. Hal ini sesuai
dengan pendapat Triawati (2013) yaitu putih telur
ayam mempunyai kandungan protein yang tinggi. Protein yang terkandung dalam
putih telur meliputi ovomucin, globulin, ovomukoid dan ovalbumin.
III.2.1.2
Kuning Telur
Kuning telur
merupakan makanan dan sumber lemak bagi perkembangan embrio. Komposisi kuning
telur adalah air 50%, lemak 32%-36%, protein 16% dan glukosa 1%-2%. Asam lemak
yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat. Kuning
telur terdiri dari dua macam jenis protein yaitu ovovitelin
dan ovolitelin. Ovovitelin adalah senyawa 8 protein yang mengandung fosfor (P),
sedangkan ovolitelin sedikit mengandung fosfor tapi banyak mengandung belerang.
Hal ini sesuai dengan Nurhamdayani
(2016) yang menyatakan protein pada kuning telur terdiri dari dua macam, yaitu
ovovitelin dan ovolitelin dengan perbandingan 4:1.
III.2.3 Larutan Fisiologis
Larutan fisiologis adalah larutan yang
digunakan untuk mengencerkan suatu zat. Larutan ini digunakan pada pengenceran
bertingkat Natrium klorida (NaCl) yang dikenal sebagai garam adalah zat yang
memiliki tingkat osmotik tinggi. Pada percobaan ini larutan fisiologis yang
digunakan adalah NaCl 8,5 gram yang dihomogenkan dengan 1000 ml aquades.
Larutan fisiologis berfungsi untuk menyeimbangkan keadaan osmotik didalam sel
mikroba. Hal ini sesuai dengan pendapat Sundaryono (2011) bahwa NaCl 0,85%
merupakan garam fisiologis dimana garam
fisiologis merupakan larutan fisiologis yang digunakan untuk mengencerkan.
III.2.4
Pengenceran Bertingkat
Pengenceran bertingkat adalah pengenceran
yang dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroba dalam suatu larutan tersuspensi.
Fungsi pengenceran bertingkat adalah untuk memudahkan proses menghitung jumlah
mikroba dalam suatu kultur. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan larutan
fisiologis yaitu NaCl yang dihomogenkan dengan aquades. Prinsipmya yaitu
menurunkan jumlah mikroorganisme sehingga pada suatu hanya ditemukan satu sel
didalam cawan petri. Pengenceran dilakukan dengan pemipet sebanyak 0,1 ml spesimen
dan dilarutkan dalam 9,9 larutan fisiologis, kemudian dipipet lagi 0,1 ml dari
sebelumnya dan dilarutkan dalam 9,9 ml larutan fisiolgis. Tahap ini diulang
seperlunya dalam upaya identifikasi mikroba yang baik. Semakin tinggi tingkay
pengenceran semakin sedikit mikoorganisme
yang teramati, spesimen mikroba yang terdapat pada larutan suspensi berkurang
seiring dilakukannya pengenceran sehingga mikroba yang terkandung didalamnya
semakin sedikit yang teramati. Hal ini
sesuai dengan Nurhayati (2015) yang mengatakan bahwa tujuan dari pengenceran
bertingkat ialah memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi
dalam cairan.
III.2.5 Mikrooganisme pada Telur
Mikroorganisme
yang terdapat pada telur dapat berasal saat telur belum dikeluarkan dari tubuh
ayam dans setelah dikeluarkan dari tubuh ayam. Mikroba dapat masuk kedalam
telur melalui pori-pori kulit telur baik melalui air, udara, maupun kotoran.
Mikroba yang umumnya terdapat pada telur Salmonella,
Pseudomonas, Aloaligens dan Escheria.
Salmonella merupakan bakteri yang
paling sering dijumpai pada telur, bakteri ini menimbulkan bau busuk dan
bintik-bintik berwarna pad kulit telur. Selain itu bakteri ini mengandung
endoktoksin yang merupakan penyebab terjadinya demam pada penderita
salmonellosis dan tifus. Bakteri Pseudomonas
menyebabkan kerusakan isi telur yang encer, kadang dijumpai warna hijau, putih
telur menghitam, telur berbau busuk serta rasa agak masam sedangkan bakteri Aloaligens dan Escheria menimbulkan kerusakan telur busuk, isi telur berwarna
coklat kehijauan, encer dan cair serta kuning telur menghitam. Selain itu, ada beberapa mikroba
pembusuk telur yaitu Alcaligenes, Achromobacter,
Serratia, Cloaca, Hafina, Citrobacter, Proteus, dan Aeromonas. Hal ini sesuai dengan Winarno dan Koswara (2002) bahwa kerusakan
pada telur dapat digolongkan menjadi 5 (lima) macam tipe yakni green rot (disebabkan oleh bakteri Pseudomonas fluoresceus), colourless
rot (disebabkan oleh bakteri Pseudomonas,
Achromobacter), black rot
(disebabkan oleh bakteri Proteus,
Pseudomonas, Aeromonas), pink rot
(disebabkan oleh bakteri Pseudomonas)
dan red rot (disebabkan oleh bakteri Serratia).
III.2.6 Media PCA dan NA
Pengujian mikrooganisme pada telur
menggunakan media sintetik, yaitu media PCA dan NA. Media plate
count agar atau PCA dan nutrient agar
atau NA. Media PCA atau yang biasa disebut Standard
Method Agar merupakan media umum yang
digunakan untuk menghitung jumlah bakteri total (semua jenis bakteri) pada
setiap sampel misalnya makanan, limbah, maupun media praktikum. Komposisi umum
PCA yaitu 0,5% trypton, 0,25% ekstrak ragi, 0,1%
glukosa, 1,5% agar-agar. Plate Count Agar (PCA) mengandung glukosa dan ekstrak ragi
yang mendukung pertumbuhan semua jenis bakteri yang dicurigai berada pada
telur. Media NA merupakan media umum
yang digunakan untuk pertumbuhan mikrooganisem seperti pada produk harian,
kotoran, air dan sebagainya. Media NA ialah media sederhana yang terbuat dari
ekstrak daging sapi, pepton dan agar.
Komposisi media NA merupakan sumber nitrogen, protein, vitamin, dan
karbohidrat yang juga mendukung pertumbuhan mikrooganisme. Hal ini sesuai dengan Setyawati (2016) bahwa media
sintetik yaitu media yang susunan kimianya diketahui dengan pasti, medium ini
biasanya digunakan untuk mempelajari kebutuhan makanan mikroba. Contohnya yaitu
media potato dextrose agar, plate count agar, nutrient agar,
dan MRS.
dan MRS.
III.2.7 Total Plate Count (TPC)
Penghitungan dengan metode TPC merupakan
perhitungan secara langsung. Prinsipnya yaitu dengan menganggap satu koloni
sebagai koloni, satu koloni yang bertumpuk dan menyambug dihitung satu koloni,
dan dua koloni yang masih dapat dibedakan dihitung sebagai dua koloni.
Kekurangan yang dimiliki yaitu hasil perhitungan tidak akurat karena adanya
mikrooganisme yang menumpuk dan menyambung ataupun berdekatan dan membentuk
satu koloni. Kelebihan metode ini yaiu dapat menghitung semua mikroba yang
didalamnya dan mikroba yang masih hidup, dapat juga dijadikan sebagai isolasi
dan identifikasi mikroba. Penghitungan mikroba dapat dihitung dengan rumus
jumlah koloni merupakan hasil perhitungan pada setiap cawan petri. Hal ini
sesuai dengan pendapat Anugrahini (2015) yang menyatakan bila sel mikroba yang
masih hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak
dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung.
III.2.8 Hasil Pengamatan
Hasil
pengamatan dari praktikum uji mikroorganisme telur, pada pengamatan hari
pertama untuk putih telur media NA dan PCA teramati mikroba yang tidak terlihat
jelas namun sudah menumpuk/ padat dan media mulai membening, pada hari kedua
dan ketiga terlihat perubahan pada koloni yang nampak jelas, menumpuk berwarna putih, dan menyebar untuk kedua
media. Tidak terdapat karakteristik yang jelas pada pertumbuhan mikroba putih
telur ini. Pengamatan hari pertama
kuning telur media NA dan PCA karakterstik
mikroba berkoloni tapi tidak teratur, bentuk bulat-bulat besar yang
banyak, berwarna putih, pada hari ke-3 perubahan yang terjadi mikroba nampak
jelas koloni yang bulat-bulat besar, tidak padat namun banyak tidak bisa
membedakan menghitung 1 bentuk soliter adalah satu koloni. Pengamatan hari ke-6
mikroba sudah nampak jelas, sangat banyak, media PCA mikrobanya sangat padat
pada satu sisi dan sisi lain tidak dan media NA berbulat-bulat besar tidak
beraturan. Identifikasi secara pengamatan visual jenis mikroba telur pada kedua
media ini sangat sulit karena tidak jelasnya bentuk dan ciri-cirinya tidak terlihat. Hasil pengamatan yang dilakukan diduga
mikroba yang tumbuh adalah jenis khamir atau kapang. Penggunaan media NA dan
PCA juga mendukung pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir. Hal ini sesuai dengan pendapat salah satu media
agar yang cocok dan mendukung pertumbuhan jamur adalah PDA (Potato Dextrose
Agar) yang memilki pH yang rendah (pH 4,5 sampai 5,6) dan media yang Aini
(2015) digunakan secara umum artinya media ini dapat ditumbuhi oleh berbagai
jenis mikroorganisme baik bakteri maupun jamur misalnya NA
III.2.9 Hasil Enumerasi
Enumerasi
mikroba merupakan teknik penghitungan jumlah mikroba dalam suatu media tanpa
mengidentifikasi jenis mikrobanya untuk menentukan jumlah sel dari suatu kultur
secara kuantitatif. Hasil enumerasi pada sampel mikroba telur bebek pada media
PCA dan NA diperoleh hasil TBUD (terlalu banyak untuk dihitung) dimana mikroba
yang tumbuh pada kedua media ini terlihat padat dan sangat menumpuk sehingga
sulit untuk mengidentifikasi suatu koloni didalamnya. Pada dasarnya perhitungan
dengan metode TPC ini memiliki range antara 30-300 koloni setelah dibagi dari 4
kuadran, namun apabila mikroba melebihi 300 atau terlihat padat menumpuk akan
sulit menghitungnya maka untuk memudahkan digunakan batasan TBUD. Hal yang menyebabkan
pertumbuhan mikroba padat dan menumpuk ialah tingkat pengenceran yang rendah
yaitu 10-5. Semakin rendah tingkat pengenceran maka semakin banyak
mikroba yang tersuspensi, oleh karena itu pada pertumbuham dimedia akan terliha
menumpuk. Hal ini sesuai dengan Nurhayati (2015) bahwa tujuan pengenceran yaitu
untuk memperkecil atau mengurangi kepadatan bakteri yang ditanam sehingga
membantu untuk mempermudah perhitungan jumlah mikroorganisme.
III.2.10 Pewarnaan Gram
Pewarnaan
gram atau disebut juga pengecetan bakteri
adalah suatu pewarnaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri
jenis gram, yaitu gram positif dan gram negatif dengan menggunakan lebih dari
satu macam zat warna. Pewarnaan gram bertujuan untuk mengetahui dan membedakan
jenis bakteri gram positif dan negatif, karena pada bakteri memiliki ukuran
rata-rata 0.5-1 mikron sehingga terkadang tidak telihat jelas dan sukar diamati
bagian-bagiannya di mikroskop. Prinsip kerja dari pewarnaan gram yaitu
menggunakan lebih dari satu macam zat pewarna yaitu yang digunakan pada
praktikum ini adalah larutan Kristal
violet, lugol, alkohol dan safranin yang ditetesi pada kaca preparat biakan.
Hal ini sesuai dengan Koes Irianto (2007) yang mengatakan bahwa pewarnaan gram
adalah suatu pewarnaan diferensial yang mengelompokkan bakteri menjadi gram
positif dan gram negatif bergantung kepada kemampuan bakteri yang bersangkutan
untuk menahan pewarna primer (ungu kristal) ketika mengalami perlakuan dengan
bahan pengecat.
III.2.11 Fungsi Larutan Pewarna
III.2.11.1 Larutan Kristal Violet
Larutan
pewarna kristal violet merupakan larutan zat warna karbol gentinviolet yang
berfungsi sebagai pewarna utama untuk menentukan jenis bakteri yang diinginkan.
Pada teori tentang pewarnaan gram, bakteri gram positif akab berwarna ungu dan
bakteri gram negative akan berwarna merah/ orange. Larutan kristal violet akan
terperangkap didalam sel bakteri Gram positif dikarenakan dinding selnya tebal
sedangkan pada bakteri gram negatif tidak terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Wahyuningsih (2008) yang mengatakan bahwa larutan kristal violet merupakan
pewarna primer yang memberikan warna pada mikrooganisme target.
III.2.11.2 Larutan Lugol
Larutan lugol atau iodin adalah pewarna
mordan yang berfungsi untuk memperkuat warna primer. Larutan ini berwarna
coklat tua yang diteteskan setelah pemberian larutan kristal violet. Larutan
ini bekerja sebagai penstabil yang menyebabkan larutan pertama membentuk
kristal violet yang besar dalam dinding sel mikroba. Hal ini sesuai dengan Rahmat
(2012) yang mengatakan bahwa pemberian larutan mordan dimaksudkan untuk
meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri menjadi lebih kuat.
III.2.11.3 Larutan Alkohol
Alkohol/aseton adalah larutan pelarut organik dan dalam pewarnaan gram digunakan
untuk menghilangkan zat pewarna utama, agar konsentrasinya tidak terlalu tinggi
dan tidak mempengaruhi pewarnaan selanjutnya. Alkohol juga digunakan sebagai
desinfektan pada laboratorium. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rina (2013)
bahwa alkohol atau aseton merupakan solven
organic yang berfungsi untuk melunturkan zat warna utama.
III.2.11.4 Larutan Safranin
Safranin merupakan zat pewarna sekunder
yang digunakan untuk memberikan warna pada jenis mikroba lain dan memberikan
warna setelah beberapa proses pencucian yang dilakukan. Safranin adalah larutan
yang terakhir digunakan pada proses pewarnaan gram. Fungsi larutan safranin
sebagai zat warna pembeda terhadap larutan kristal violet, dimana pada bakteri
gram negative warnanya akan berwarna merah. Hal ini sesuai dengan Rahmat (2012)
yang menyatakan fungsi zat warna safranin hanyalah sebagai pembeda terhadap zat
warna kristal violet dan untuk mewarnai kembali sel-sel yang elah kehilangan
pewarna utama setelah dilakukan pencucian dengan alkohol.
III.2.12 Identifikasi Mikroba
Hasil identifikasi mikroba telur
menggunakan metode pewarnaan gram pada media NA untuk putih telur dan kuning
telur. Pada putih telur setelah dilakukan pewarnaan gram warna mikroba pada
pengamatan mikroskop berwarna biru yang menunjukkan bahwa mikroba merupakan
bakteri gram positif. Hal ini terjadi karena dinding sel bakteri gram positif
tebal dan sempit sehingga pada saat pencucian dengan alkohol larutan kristal
ungu tidak mudah hilang dan menempel didinding selnya. Sedangkan kuning telur
setelah pewarnaan gram pengamatan pada mikroskop berwarna merah yang
menunjukkan bakteri gram negatif. Hal ini disebabkan dinding sel bakteri gram
negatif yang lebih besar sehingga mudah untuk mentralisir larutan kristal
violet. Hal ini sesuai dengan pendapat Fariani (2010) bahwa dalam pewarnaan
gram sel-sel yang tidak dapat melepaskan warna akantetap berwarna Kristal
violet yaitu biru-ungu disebut bakteri gram positif, sedangkan sel-sel yang
dapat melepaskan kristal violet dan
mengikat safranin sehingga berwarna kemerahan disebut bakteri gram
negatif.
IV.
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Adapun
kesimpulan pada praktikum ini adalah :
1.
Pengidentifikasian
mikroorganisme pada telur menggunakan metode pewarnaan gram, menunjukkan putih
telur berwarna biru yang menunjukkan bakteri gram positif dan kuning telur
berwarna merah menunjukkan bakteri gram negatif.
2.
Jumlah
mikroorganisme pada telur bebek yang diperoleh adalah TBUD (terlalu banyak
untuk dihitung) karena mikroba yang tumbuh sangat padat dan menumpuk
mengakibatkan tidak bisa mengidentifikasi satu koloni yang bersambung adalah
satu koloni.
IV.2 Saran
Saran untuk praktikum uji mikrooganisme
pada telur sebaiknya melakukan pengenceran yang lebih tinggi lagi agar
pertumbuhan mikrobanya tidak terlalu padat sehingga dapat dihitung sesuai
dengan tujuan praktikum penghitungan mikroba. Agar praktikan dapat memahami
betul bagaimana perhitungan mikroba dan cara menghitungnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Nurhayati, 2015. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Indralaya.
Universitas Sriwijaya.
Setyawati, Agustina. 2016. Panduan Mikrobiologi. Yogyakarta. Universitas
Sanata Dharma
Triawati, Novia Wahyuana., Thohari, Imam., Rosyidi,
Djalal. 2013. Evaluation
Of Pasteurized Chicken Egg On Albumen Foam, Stability Foam and Coagulation and
Volume Of Sponge Cake. Malang. Universitas Brawijaya.
Anugrahini Endah, Ayu. 2015. Mengenal Analisa Total Plate Count.
Surabaya: BBPPTP.
Sundaryono A. 2011. Uji Aktivitas Senyawa Flavonoid Total dari
Gynura segetum (Lour) terhadap Peningkatan Eritrosit dan Penurunan Leukosit
pada Mencit (Mus musculus). J Exacta. 9(2):8-16.
Nurhamdayani. 2016. Aktivitas Antioksidan, Total Protein dan Protein
Terlarut Telur Konsumsi pada Suhu dan Waktu Pemanasan yang Berbeda. Makassar.
Universitas Hasanuddin
Koes. Irianto. 2007. Mikrobiologi; Menguak Dunia Mikroorganisme. YRAMA
WIDYA : Bandung
Winarno, F.G. dan Koswara,
Sutrisno. 2002. Telur : Komposisi,
Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio pres : Bogor
Fariani, A. 2010. http://eprints.unsri.ac.
id/5447/8/8.pdf. Diakses kamis 28 Septmber 2017 pukul 8.19 WITA, Makassar
id/5447/8/8.pdf. Diakses kamis 28 Septmber 2017 pukul 8.19 WITA, Makassar
Wahyuningsih. 2008. Pengecatan
Gram. Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman.
Rahmat, H. 2012. Identifikasi
Streptopcoccus equi dari Kuda yang Diduga Menderita Strangles. Jurnal Ilmiah Pertanian Indonesia.
Rina, Lestari. 2013. Pewarnaan Sederhana Negaif Kapsul dan Gram. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan : Yogyakarta.
Aini,
Nurul .2015. Media Alternatif Untuk Pertumbuhan Jamur
Menggunakan Sumber Karbohidrat yang Berbeda. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta